Taman Safari Indonesia Disorot: Dulu Perdagangan Satwa Ilegal, Kini Digugat Eks Pekerja OCI

9 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus dugaan keterlibatan Taman Safari Indonesia dalam praktik perdagangan ilegal satwa dan eksploitasi pekerja telah membuka mata banyak pihak mengenai betapa kompleksnya permasalahan konservasi satwa liar di Indonesia. Lembaga yang seharusnya bertugas sebagai pelindung dan penjaga kelestarian hewan-hewan langka ini justru dicurigai terlibat dalam aktivitas yang bertolak belakang dengan tujuan konservasi tersebut.

Kondisi ini menandakan lemahnya sistem pengawasan yang ada serta perlunya tindakan tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum agar kekayaan alam Indonesia dapat terlindungi dengan baik dan berkelanjutan. Hal ini menjadi semakin mencuat setelah laporan investigasi mendalam dari Majalah Tempo terbit, serta perkembangan kasus ini yang terus bergulir hingga tahun 2025.

1. Kasus Dugaan Perdagangan Satwa Ilegal di Taman Safari

Pada awal 2019, penyidik dari Bareskrim Polri melakukan penggerebekan dan penyitaan terhadap delapan ekor satwa dilindungi di Taman Safari Bogor. Di antara hewan-hewan yang diamankan tersebut terdapat elang bondol, kakatua jambul kuning, beberapa jenis burung eksotis, hingga musang. Satwa-satwa ini dicurigai merupakan hasil perburuan ilegal yang kemudian dimasukkan ke dalam koleksi konservasi milik Taman Safari. 

Saat itu, Kepala Unit V Subdit I Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Ajun Komisaris Besar Sugeng menuturkan, polisi menduga ada segelintir orang di Taman Safari Indonesia yang bekerja sama dengan sindikat perdagangan satwa ilegal.

Praktik ini diduga dijalankan oleh Abdul Hopir, seorang pedagang satwa liar yang kerap menjadikan Taman Safari sebagai tempat untuk melakukan proses “pemutihan” status hewan. Dengan memasukkan hewan-hewan ini ke dalam daftar koleksi konservasi ex situ, satwa yang sebetulnya berasal dari jalur ilegal pun seolah-olah memiliki status hukum yang sah, sehingga jejak perburuan liarnya menjadi sulit ditelusuri.

Tak hanya berhenti di situ, Taman Safari juga disorot karena dugaan keterlibatan dalam jaringan perdagangan lumba-lumba secara ilegal. Batang Dolphin Center, unit usaha Taman Safari yang beroperasi sejak 2009, diduga menjadi kedok untuk aktivitas jual-beli lumba-lumba ke berbagai pertunjukan sirkus. Padahal, praktik semacam ini bertentangan dengan aturan perlindungan satwa di Indonesia.

Dalam penyelidikan lebih lanjut, aparat kepolisian bahkan telah memeriksa Imam Purwadi selaku kurator Taman Safari. Ia diduga terlibat dalam transaksi satwa liar yang didapat dari pasar gelap dan berperan dalam memuluskan proses legalisasi satwa-satwa tersebut. Pemeriksaan ini merupakan bagian dari pengusutan jaringan perdagangan ilegal satwa yang diduga menggunakan fasilitas Taman Safari sebagai lokasi penampungan hingga proses “pemutihan” status satwa.

"Rencananya akan meminta keterangan terhadap pihak Taman Safari Indonesia, tentunya pada level kurator," ujar Sugeng saat dikonfirmasi, Jumat, 12 April 2019. Pemanggilan akan dilakukan guna mengusut tuntas perkara jual beli hewan ilegal ini.

Baca Majalah Tempo: Dugaan Jual Beli Satwa di Taman Safari Indonesia 

2. Dugaan Eksploitasi Tenaga Kerja

Selain isu dugaan perdagangan satwa liar, Taman Safari juga dikaitkan dengan tuduhan eksploitasi tenaga kerja, khususnya para pekerja di sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) yang memiliki hubungan dekat dengan Taman Safari.

Sejumlah mantan pekerja sirkus OCI mengadukan dugaan eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia kepada Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) di Jakarta Selatan, Selasa, 15 April 2025. Dugaan tindak kekerasan, perbudakan, dan eksploitasi anak yang disampaikan para mantan pekerja diduga terjadi sejak 1970-an oleh para pemilik OCI dan Taman Safari Indonesia.

Mereka mengaku kerap dipukuli, disetrum, bahkan dipisahkan dari anak-anak mereka selama masa kerja. Meskipun pihak Taman Safari membantah semua tuduhan ini, mereka mengakui bahwa pemukulan pernah terjadi, namun dibenarkan sebagai bentuk pendisiplinan, dan mereka mengklaim bahwa pekerja anak telah diberi uang saku serta kebutuhan pokok.

Mereka mengaku mengalami berbagai bentuk penyiksaan seperti dipukul, disetrum, dipaksa bekerja dalam kondisi sakit, dipisahkan dari anaknya, hingga dipaksa makan kotoran hewan.

Tony Sumampau, Komisaris Taman Safari Indonesia sekaligus perwakilan keluarga pendiri OCI, membantah perusahaannya mengeksploitasi para pekerja sirkus OCI itu. “Apa yang disampaikan sama sekali mengada-ada,” ujar Tony saat dihubungi lewat pesan WhatsApp, Selasa, 15 April 2025.

Tony menyebutkan kala itu para anak pemain sirkus hanya mendapat pendisiplinan dalam bentuk pukulan. Salah satunya menggunakan rotan. “Pemukulan biasa itu ada aja,” ujarnya dalam konferensi pers.

3. Kritik Terhadap Konservasi dan Pemerintah

Temuan mengenai dugaan keterlibatan Taman Safari dalam perdagangan satwa ilegal yang ditulis Majalah Tempo pada 2019 itu menghadirkan ironi yang menyakitkan bagi dunia konservasi Indonesia. Alih-alih berperan menjaga kelestarian spesies langka, Taman Safari justru dicurigai menjadi bagian dari sistem perdagangan gelap yang mengancam keberlangsungan satwa liar. 

“Lembaga konservasi ini berwenang mengeluarkan surat izin kepemilikan satwa langka, sehingga memungkinkan satwa ilegal ‘diputihkan’ dan memperkuat perdagangan ilegal yang merugikan ekosistem dan keanekaragaman hayati Indonesia.”

Kenyataan ini memunculkan kritik keras kepada pemerintah agar pengawasan dan regulasi konservasi diperketat supaya perlindungan satwa tidak hanya sebatas formalitas, melainkan benar-benar dijalankan demi kelestarian lingkungan.

Mustafa Silalahi, Edi Faisol, dan Andita Rahma berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Kementerian HAM akan Panggil Taman Safari Indonesia Soal Dugaan Eksploitasi

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |