Sumarsih: Saya Berhenti Kamisan jika Negara Bertanggung Jawab

8 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Maria Catarina Sumarsih, perempuan 73 tahun yang menggagas aksi Kamisan, akan terus berdemonstrasi hingga mendapat pertanggungjawaban negara atas kematian putranya. Anak laki-laki Sumarsih, Benardinus Realino Norma Irawan atau Wawan, merupakan salah satu korban Tragedi Semanggi I yang terjadi pada 1998.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak 18 tahun silam, Sumarsih rutin menggelar aksi setiap Kamis di depan Istana Negara, Jakarta untuk menuntut keadilan. Sumarsih berujar hanya ada satu syarat yang akan membuatnya berhenti melakukan Aksi Kamisan.

"Saya akan berhenti dari aksi ini kalau peristiwa penembakan anak saya dan kawan-kawannya dipertanggungjawabkan," kata Sumarsih melalui sambungan telepon pada Kamis malam, 22 Mei 2025. Sikap itu Sumarsih sampaikan setelah melakukan Aksi Kamisan ke-862.

Menurut Sumarsih, penyelesaian yang dia tunggu juga bukan penyelesaian yang asal-asalan. Dia menuntut pemerintah untuk menindaklanjuti pelanggaran hak asasi manusia atau HAM berat sesuai dengan undang-undang yang berlaku. "Selama itu belum dilaksanakan oleh negara, saya akan tetap bertahan," ucap dia.

Kamisan pekan ini menjadi momen peringatan 27 tahun Reformasi. Awal era Reformasi ditandai dengan mundurnya Suharto sebagai presiden pada 21 Mei 1998. Wawan, putra Sumarsih, tewas pada 13 November 1998 dalam aksi protes yang mengiringi transisi dari rezim Orde Baru ke era Reformasi.

Meskipun telah menginjak usia senja, Sumarsih masih ingat ketika Wawan tertembak oleh peluru tepat di dadanya. Wawan merupakan mahasiswa Universitas Atma Jaya Jakarta yang menjadi salah satu dari 17 korban tragedi Semanggi I.

Saat itu, Wawan bersama Tim Relawan untuk Kemanusiaan membantu mahasiswa yang tewas dan terluka akibat melakukan aksi menolak Sidang Istimewa MPR dan dwifungsi ABRI. Dia dan korban-korban lainnya terkena peluru tajam yang ditembakkan secara membabi buta oleh pasukan negara ke demonstran. Wawan menghembuskan napas terakhir di sela-sela aktivitas kemanusiaannya di halaman Universitas Atmajaya Jakarta.

Berkat perjuangan mencari keadilan untuk menguak pelanggaran HAM berat, Sumarsih mendapatkan penghargaan Yap Thiam Hien Award 2004 di Musem Nasional, Jakarta. Menurut Ketua Dewan Juri Yap Thiam Hien Award, Asmara Nababan, Sumarsih dinilai layak menerima penghargaan lantaran menjadi sosok yang berhasil mengatasi kesedihan menjadi kesadaran terkait nilai kemanusiaan.

“Penghargaan ini memberi semangat bagi kami untuk terus memperjuangkan HAM,” ujar Sumarsih pada 10 Desember 2004.

Sumarsih mengaku tidak pantas menerima penghargaan tersebut sehingga diberikan untuk Wawan, anaknya. Sumarsih menegaskan akan tetap berjuang agar pelaku penembakan anaknya dibawa ke pengadilan. Sebagai bagian dari pejuangannya, Sumarsih bersama keluarga korban tidak pernah absen Aksi Kamisan.


Rachel Farahdiba Regar berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |