Dikritik KPAI, Dedi Mulyadi Berkukuh Lanjutkan Pendidikan Barak Militer

7 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan akan terus melanjutkan program pendidikan barak militer untuk anak sekolah. Kebijakan Dedi itu sebelumnya menuai kritik dari berbagai kalangan seperti dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan pengamat pendidikan. KPAI menilai kebijakan itu berpotensi melanggar prinsip hak anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dedi berdalih program tersebut terbukti lebih efektif membentuk karakter pelajar ketimbang sistem pendidikan formal di sekolah. “Jangan sibuk ngurusin perkara yang sudah selesai pendidikannya. Jangan urusi pekerjaan orang. Bikin dong kebijakan yang sama kayak saya,” ujar Dedi kepada Tempo, Jumat, 23 Mei 2025.

Pernyataan Dedi itu menjawab usulan sejumlah pengamat, termasuk Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), yang menyarankan pendidikan karakter dilakukan lewat guru bimbingan konseling di sekolah, bukan dengan pendekatan militeristik. Menurut Dedi, teori semata tak lagi cukup menjawab krisis mentalitas anak-anak.

“Kalau masalah teori banyak. Pertanyaannya satu saja: kenapa setelah tiga tahun sekolah mentalnya tidak terbentuk?” kata dia. Ia menyindir sistem pendidikan nasional yang menurut dia gagal membentuk karakter murid secara utuh. “Gurunya sudah enggak sanggup, orang tua enggak sanggup, tetapi dengan pola pendidikan yang hanya 14 hari (dengan pendidikan barak militer) mereka bisa diubah dirinya.”

Ia mengklaim program pendidikan barak telah membuat peserta didik menjadi lebih patuh dan nasionalis. “Minimal sudah mengenal merah putih. Itu yang tidak mungkin dilakukan di sekolahnya,” ujarnya.

Meski kewenangan pengelolaan pendidikan nasional berada di pemerintah pusat, Dedi mengaku siap membangun sistem pendidikan kebangsaan versinya sendiri secara masif di Jawa Barat. Pendidikan kebangsaan yang dimaksud mirip dengan pendidikan pendekatan militer seperti yang telah dijalankan saat ini. “Nanti di sekolah-sekolah akan saya bangun, itu sekolah kebangsaan itu. Metodologinya akan saya bangun di setiap sekolah,” kata dia.

Ia menargetkan sistem pengelolaan pendidikan kebangsaan akan diterapkan secara formal seminggu dua kali di seluruh SMA dan SMK negeri. Dedi juga mengklaim telah melibatkan 600 relawan psikolog dalam pelaksanaan program ini.

Ketika ditanya apakah program akan tetap dilanjutkan meski mendapat kritik keras dari KPAI yang menilai pendekatan militeristik berpotensi melanggar hak anak, Dedi menjawab lugas, “Dilanjutkan. Siapapun (yang mengkritik), saya akan terus lanjutkan.”

Ia mengajak publik menilai efektivitas program tersebut berdasarkan data empiris. “Tinggal dicek saja sekarang, angka kriminalisasi remaja di Jawa Barat turun nggak? Tawuran turun nggak?” ujarnya.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |