TEMPO.CO, Jakarta - Rini Rafika Sari, staf Hubungan Masyarakat PT Bank Sumut periode 2019-2024, terbukti melakukan korupsi sebesar Rp 6 miliar. Dia diyatakan bersalah melakukan tindak pidana Pasal 2 jo Pasal 18 Ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan yang diketuai As’ad Rahim Lubis menjatuhkan vonis 78 bulan penjara. Warga Jalan Merpati, Dusun 6, Desa Bandarkalipah, Kecamatan Percutseituan, Kabupaten Deliserdang, ini, juga dipidana denda Rp 300 juta subsidair empat bulan kurungan. Ia juga diminta membayar Uang Pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp 6 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Satu bulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana akan disita dan dilelang jaksa. Bila nilainya tidak mencukupi membayar Uang Pengganti, diganti penjara selama 36 bulan," kata hakim di ruang sidang Kartika, PN Medan, Selasa, 22 April 2025.
Vonis Rini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Sumut yang sebelumnya menuntut pidana penjara selama 110 bulan. Membayar denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan. Membayar uang pengganti sebesar Rp 6 miliar. Sebulan setelah Inkrah, harta bendanya disita dan dilelang. Jika nilainya tidak cukup membayar uang pengganti, diganti penjara selama 48 bulan.
"Jaksa dan terdakwa sama-sama memiliki hak untuk berpikir selama tujuh hari. Apakah menerima atau banding atas putusan yang baru dibacakan," ucap As’ad.
Saat diperiksa sebagai terdakwa, Rini sempat bertanya kepada jaksa dan majelis hakim. Apakah mungkin dirinya melakukan korupsi sendirian? Ada tiga bidang dan tujuh kamar yang harus dilewati untuk mencairkan dana kegiatan kehumasan, iklan layanan sosial dan pers rilis.
Pada 2019, atasannya adalah Sulaiman selaku Pimpinan Bidang Public Relations (PR) dan Sekretaris Perusahaan PT Bank Sumut Syahdan Ridwan Siregar. Rini mengaku merekayasa sejumlah dokumen sebelum proses pencairan dana kegiatan bidang PR diajukan. Misalnya, memorandum persetujuan, memorandum pembayaran, invoice dari penyedia dan bukti pendukung pertanggungjawaban atas pengeluaran biaya pembelian langsung.
Dokumen tersebut diteruskannya kepada Sulaiman dan Syahdan. Belakangan terungkap, ratusan kegiatan Bidang PR Bank Sumut sejak 2019 sampai 2024 tidak bisa dipertanggungjawabkan karena fiktif.
Contohnya: Agustus-Desember 2019 sebanyak 33 transaksi sebesar Rp 79 juta lebih. Pada 2020, ada 79 transaksi sebesar Rp 410 juta lebih. Kegiatan di 2021 ada 57 transaksi senilai Rp 510 juta lebih. Pada 2022 dengan 90 transaksi sebesar Rp1,1 miliar lebih. Tahun 2023 dengan 165 transaksi sebesar Rp 2,6 miliar lebih. Puncaknya di 2024 dengan 473 transaksi sebesar Rp 1,2 miliar lebih.