Program Kemanusiaan PBB Terancam karena Krisis Keuangan

5 days ago 6

TEMPO.CO, Jakarta -Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tengah menghadapi krisis keuangan yang memburuk dan mengancam berbagai program kemanusiaannya di seluruh dunia.

Dilansir dari laman resmi PBB pada Jumat, 30 Mei 2025, dampak krisis keuangan mencakup gangguan pada bantuan bagi para pengungsi di Mozambik hingga layanan kesehatan untuk ibu di Afghanistan. Sejumlah program vital terancam terhenti apabila dana tidak segera tersedia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan laporan keuangan per 9 Mei 2025, negara-negara anggota PBB baru menyetor sekitar US$1,8 miliar atau Rp29,3 triliun dari total anggaran rutin PBB sebesar US$3,7 miliar atau Rp60,2 triliun untuk 2025.

Dengan tunggakan dari tahun-tahun sebelumnya, jumlah keseluruhan dana yang belum dibayar mencapai sekitar US$2,4 miliar hingga akhir April tahun ini.

Amerika Serikat tercatat sebagai negara dengan tunggakan terbesar, yakni sekitar US$1,5 miliar atau Rp24,4 triliun. Kondisi ini dipengaruhi kebijakan Presiden Donald Trump yang sedang menahan dana sebagai bagian dari upaya AS mengurangi pengeluaran negara.

Sejumlah negara besar lain juga belum melunasi kewajibannya, di antaranya Cina (US$ 597 juta atau Rp9,7 triliun), Rusia (US$ 72 juta atau Rp1,1 triliun), Arab Saudi (US $42 juta Rp685 miliar), Meksiko (US$38 juta atau Rp619 miliar), dan Venezuela (US$38 juta atau Rp 619 miliar).

Negara-negara anggota lainnya juga masih menunggak sekitar US$137 juta atau Rp2,2 triliun. 

Tak hanya itu, anggaran PBB untuk misi penjagaan perdamaian juga mengalami krisis serupa, dengan total tunggakan mencapai $2,7 miliar atau Rp44 triliun per 30 April.

Di tengah kondisi ini, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres pada Maret lalu meluncurkan inisiatif “UN80”.

Program itu bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, menyederhanakan sistem kerja, dan memangkas biaya.

Salah satu cara yang dipertimbangkan adalah dengan melakukan pengurangan pekerja hingga 20 persen untuk mengurangi pembagian tugas kerja yang tumpang tindih.

Ancaman terhadap Layanan untuk Perempuan, Pengungsi, serta Kesehatan 

Krisis anggaran ini turut berdampak besar pada badan-badan PBB yang memiliki anggaran dan sumber dana tersendiri. UNFPA, badan PBB yang menangani isu kesehatan seksual dan reproduksi, menjadi salah satu badan yang terdampak. 

UNFPA memperingatkan bahwa perempuan dan anak perempuan di wilayah krisis seperti Republik Demokratik Kongo, Haiti, Sudan, dan Afghanistan mulai mengalami dampaknya.

Lebih dari itu, pemangkasan dana membuat PBB kesulitan menyediakan tenaga medis, obat-obatan penting, serta layanan untuk korban kekerasan seksual. Di Mozambik, hampir 750 ribu pengungsi sangat membutuhkan bantuan. 

UNHCR, badan PBB yang mengurus pengungsi, menyatakan bahwa layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender terancam dihentikan karena dana yang tersedia baru mencakup sepertiga dari yang dibutuhkan.

Selain itu, program penanggulangan HIV/AIDS juga juga terdampak.

Di Tajikistan, Direktur UNAIDS Aziza Hamidova mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen dari dukungan dana untuk program HIV terancam hilang. Sejumlah pusat layanan kesehatan sudah tutup, kegiatan sosialisasi dihentikan, dan akses terhadap tes serta konseling PrEP telah menurun drastis.

Dana Penanganan Krisis Menipis

Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) yang memimpin penanganan krisis global menyampaikan kekhawatiran terhadap dampak besar dari kurangnya dana.

Di Sudan, hanya 13 persen dari total kebutuhan dana sebesar US$4,2 miliar atau Rp68 triliun yang sudah diterima. Akibatnya, sekitar 250 ribu anak harus putus sekolah. Di Kongo, kasus kekerasan berbasis gender melonjak hingga 38 persen di samping layanan bantuan mulai ditutup. 

Lebih lanjut, upaya penanggulangan wabah kolera terancam berhenti di Haiti. Sementara itu, di Ukraina, hanya 25 persen dari kebutuhan dana kemanusiaan yang sudah terpenuhi untuk tahun 2025, sehingga membahayakan keberlangsungan berbagai layanan penting.

Kepala OCHA sekaligus Koordinator Bantuan Darurat PBB, Tom Fletcher, telah mengumumkan pengurangan jumlah pekerja dan penghentian sejumlah program di beberapa negara akibat minimnya dukungan dana.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |