TEMPO.CO, Jakarta - Advokat Marcella Santoso kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Kali ini, dia disangkakan telah melakukan upaya perintangan penyidikan terkait kasus korupsi timah dan impor gula yang sedang ditangani oleh Kejagung.
Dalam kasus dugaan perintangan penyidikan ini, Marcella menjadi tersangka bersama dengan dosen sekaligus advokat Junaedi Saibih (JS) dan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar (TB). Mereka diduga melakukan pemufakatan untuk membuat dan menyebarkan narasi negatif tentang Kejaksaan Agung yang tengah mengusut dua kasus korupsi itu,.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tujuan mereka jelas membentuk opini negatif, seolah yang ditangani penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik, sehingga diharapkan, atau harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa dinihari, 22 April 2025.
Sebelumnya, Marcella adalah tersangka untuk kasus suap hakim dalam putusan lepas (ontslag) perkara korupsi crude plam oil (CPO) atau minyak goreng mentah di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Lantas, apa sebenarnya peran Marcella dalam dua kasus yang menyeretnya menjadi tahanan Kejaksaan Agung tersebut? Simak informasinya berikut ini.
Peran Marcella dalam Kasus Suap Hakim
Dalam kasus suap hakim penanganan korupsi minyak goreng, Marcella berperan sebagai perantara antara rekan advokatnya dengan tim legal dari tiga korporasi yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Pada kasus ini, Marcella bertugas untuk menyampaikan informasi dari advokat Ariyanto (AR) kepada Muhammad Syafei (MSY) selaku Kepala Legal Wilmar Group. Informasi tersebut berupa kabar bahwa pengurusan perkara korupsi itu di PN Jakarta Pusat dapat dibantu oleh Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata PN Jakarta Utara.
Pengurusan perkara tersebut melalui Wahyu karena dia adalah orang kepercayaan dari Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu, Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Wahyu kemudian kembali menghubungi Ariyanto agar segera mengurus kasus tersebut. Informasi ini lalu diteruskan ke Marcella, yang kemudian kembali bertemu dengan Syafei.
Tim Legal Wilmar Group itu menyampaikan kepada Marcella bahwa perusahaan menyiapkan dana sebesar Rp 20 miliar untuk pengurusan perkara tersebut. Namun, Arif meminta nilainya dinaikkan tiga kali lipat menjadi Rp 60 miliar. Wahyu lalu meminta Ariyanto untuk menyiapkan uang tersebut. Permintaan ini disampaikan kepada Marcella untuk disampaikan kepada Syafei.
“MS menghubungi MSY dan dalam percakapan itu, MSY menyanggupi akan menyiapkan permintaan tersebut dalam bentuk mata uang dolar AS ataupun dolar Singapura,” Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, Selasa malam, 15 April 2025.
Setelah uang diterima oleh Arif Nuryanta, dia pun menunjuk anggota majelis hakim untuk menagani perkara tersebut di persidangan. Mereka adalah Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom. Pada 19 Maret 2024, majelis hakim Pengadilan Tipikor di PN Jakarta Pusat pun memutuskan ketiga perusahaan secara ontslag, menyatakan mereka terbukti melakukan perbuatan, namun tidak dianggap sebagai tindak pidana.
Peran Marcella di Kasus Perintangan Penyidikan
Belum selesai dengan kasus suap terhadap hakim, Kejaksaan Agung kembali menetapkan Marcella Santoso sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan perkara korupsi timah dan impor gula. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan terdapat pemufakatan jahat antara tersangka Marcella, Junaedi, dan Tian untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penanganan perkara tindak pidana korupsi timah dan korupsi impor gula.
Upaya perintangan ini berlangsung selama proses penyidikan, penuntutan, hingga persidangan, dengan biaya sebesar Rp 478,5 juta yang dibayarkan oleh Marcella dan Junaedi kepada Tian. Pada awalnya, Marcella dan Junaedi meminta Tian membuat dan menyebarkan berita serta konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait penanganan perkara tersebut.
Konten itu kemudian dipublikasikan melalui media sosial, media online, serta Jak TV News. Jaksa menilai konten-konten tersebut menimbulkan perspektif publik yang negatif terhadap Kejaksaan dan merugikan hak-hak para tersangka atau terdakwa yang dibela oleh Marcella dan Junaedi.
Marcella dan Junaedi juga diduga turut membiayai demonstrasi yang bertujuan untuk menggagalkan proses penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara di persidangan. Narasi dari aksi demonstrasi tersebut kemudian disebarkan secara negatif dalam berbagai pemberitaan tentang Kejaksaan oleh Tian.
Tak hanya itu, Marcella dan Junaedi juga disebut menyelenggarakan serta membiayai seminar, podcast, dan talkshow di sejumlah media daring. Acara tersebut diarahkan untuk menyampaikan narasi negatif guna mempengaruhi pembuktian di persidangan. Seluruh kegiatan ini diliput dan disiarkan oleh Tian melalui Jak TV dan akun media sosial Jak TV.
Atas perbuatan tersebut, Marcella, Junaedi, dan Tian disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Jihan Ristiyanti dan Yudono Yanuar berkontribusi dalam penulisan artikel ini