TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota menetapkan dua tersangka, IT alias Jefri dan NH alias Dayat, dalam kasus pembunuhan sopir taksi online, MR, 35 tahun, yang terjadi di Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis malam, 24 April 2025.
Jefri dan Dayat disangka dengan tindak pidana pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP, pasal 365 ayat 3 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan dan UU Darurat 12/1951 tindak pidana membawa sajam. "Kedua pelaku diancam hukuman mati atau pidana seumur hidup atau penjara minimal 20 tahun," kata Kepala Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Zain Dwi Nugroho, pada Ahad, 27 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua pelaku pembunuhan sopir taksi online itu dijerat dengan tiga pasal berat: Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 365 ayat 3 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan yang menghilangkan nyawa, dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Bagaimana bunyi pasalnya?
Jeratan Pasal 340 KUHP dan 365 ayat 3 KUHP
Mengutip dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pasal 340 KUHP yang tertuang dalam BAB XIX tentang Kejahatan terhadap Nyawa atau Pembunuhan Berencana berbunyi “Barang siapa yang dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain akan diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
Instrumen hukum internasional International Covenant on Civil and Political Rights atau ICCPR Pasal 6 ayat 1 sebagaimana telah diratifikasi ke dalam hukum nasional Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, disebutkan bahwa pemberlakuan hukuman mati ditetapkan bagi tersangka tindak kriminal tertentu. Terutama kejahatan yang masuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
Unsur pembunuhan berencana menurut pasal 340 KUHP yaitu perbuatan itu harus disengaja dan terencana, dan menyebabkan lenyapnya nyawa orang lain, serta ada hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kematian orang tersebut. Dalam ilmu hukum pidana, menurut Memorie van Toelichting atau MVT kesengajaan dibedakan dalam tiga bentuk yaitu kesengajaan sebagai tujuan, kesengajaan sebagai kepastian, dan kesengajaan sebagai kemungkinan.
Kesengajaan sebagai tujuan yaitu apabila pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukum pidana. Kesengajaan sebagai kepastian apabila pelaku tahu benar bahwa suatu akibat pasti ada dari perbuatan itu. Sedangkan kesengajaan sebagai kemungkinan apabila dalam pemikiran pelaku hanya suatu kemungkinan belaka akibat yang akan terjadi dari suatu perbuatan.
Pada Pasal 365 ayat 3 KUHP mengatur bahwa pelaku pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian, baik dilakukan dengan sengaja maupun tidak, dapat dijatuhi hukuman pidana penjara dengan ancaman maksimal 15 tahun.
Enam Pasal Kunci UU Darurat 12 1951: Menyoal Senjata Api, Tajam, dan Bahan Peledak
Melansir dari laman BPK RI, Pasal Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 terdiri atas enam pasal. Bagimana saja bunyi pasalnya?
Pasal 1 undang-undang ini mengatur secara rinci tentang larangan tanpa hak dalam hal memasukkan, membuat, menyimpan, mengangkut, hingga mempergunakan senjata api, munisi, dan bahan peledak. Ancaman hukumannya tidak main-main: hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara hingga 20 tahun.
Pengertian senjata api dan amunisi dalam pasal ini mengacu pada Vuurwapenregeling 1936, sementara bahan peledak mencakup bom, granat, ranjau, serta campuran bahan eksplosif lainnya—baik kimia tunggal maupun campuran.
Pasal 2 menyentuh tentang senjata tajam seperti senjata pemukul, penikam, dan penusuk. Meskipun sanksi yang diatur "hanya" maksimal 10 tahun penjara, undang-undang ini memberi pengecualian untuk alat-alat yang digunakan secara sah di bidang pertanian, rumah tangga, atau yang tergolong benda pusaka.
Yang menarik, Pasal 3 dengan lugas menyebutkan bahwa semua tindakan yang diatur dalam undang-undang ini adalah kejahatan, bukan sekadar pelanggaran biasa. Artinya, pendekatan hukumnya lebih berat dan serius.
Tak hanya individu, Pasal 4 memperluas tanggung jawab pidana hingga kepada badan hukum. Bila pelanggaran dilakukan oleh suatu korporasi, maka pengurus atau wakilnya bisa dituntut. Bahkan, jika sebuah badan hukum bertindak atas nama badan hukum lain, prinsip tanggung jawab tetap berlaku.
Pasal 5 mengatur bahwa semua barang bukti, senjata api, munisi, atau bahan peledak—bisa dirampas dan harus dihancurkan, kecuali ditentukan sebaliknya oleh Menteri Pertahanan untuk kepentingan negara.
Di Pasal 6, UU ini memberikan kewenangan luas kepada penyidik. Tidak hanya aparat biasa, tetapi juga petugas yang secara khusus ditugaskan untuk menangani kejahatan terkait senjata api dan bahan peledak. Mereka berhak memasuki lokasi manapun yang dianggap perlu, bahkan dapat meminta bantuan aparat keamanan bila dihalangi.
Jasad sopir taksi online itu kemudian ditemukan keesokan harinya, Jumat, 25 April 2025. Pencarian melibatkan tim gabungan dari Kepolisian, BPBD, Basarnas, aparat kelurahan, dan sejumlah warga Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang.
“Korban ditemukan dalam keadaan meninggal berada sekitar 300 meter dari lokasi pembuangan ke arah muara menuju laut,” ujar Kapolres Metro Tangerang Kota Zain.
MR diketahui warga Kampung Cengklong, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten. Identitasnya terkonfirmasi berdasarkan data dari aplikasi taksi online yang dipesan dua pelaku serta kecocokan dengan kartu identitas dalam dompet korban. Jenazah MR langsung dibawa ke RSUD Kabupaten Tangerang untuk diautopsi dan divisum. “Setelah proses selesai akan segera diserahkan ke pihak keluarga untuk dimakamkan,” katanya.
Hendrik Khoirul Muhid dan Joniansyah turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini