Mekanisme Perlindungan LPSK untuk Korban Kekerasan Seksual

8 hours ago 2

LEMBAGA Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) resmi memberikan perlindungan kepada tiga korban dan empat saksi dalam kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Keputusan ini diambil dalam Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK pada Senin, 5 Mei 2025.

Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherwati, menyatakan bahwa kasus ini melibatkan relasi kuasa yang membuat korban tidak berdaya. "Relasi kuasa yang terjadi di dunia medis menyangkut pengetahuan dan profesi dokter. Dalam hal ini, masyarakat memahami dokter tidak akan melakukan tindakan kekerasan seksual,” kata Nurherwati dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, 10 Mei 2025, dikutip dari Antara, Selasa, 13 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketiga korban yang berstatus saksi korban menerima perlindungan berbeda sesuai permohonan masing-masing. Korban FH mendapat pendampingan hukum dan layanan perhitungan restitusi. Korban N memperoleh hak atas informasi mengenai perkembangan penanganan kasus, sementara korban F menerima layanan rehabilitasi psikologis dan hak atas informasi.

Landasan Hukum LPSK dan Tugasnya dalam Melindungi Korban

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban disebutkan bahwa LPSK adalah sebuah lembaga nonstruktural yang didirikan dan bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada Saksi serta Korban.

Dikutip dari laman BPK, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban pada Pasal 28, perlindungan diberikan kepada saksi dan/atau korban jika memenuhi syarat berikut:

  • · Pentingnya keterangan yang diberikan;
  • · Tingkat ancaman yang membahayakan;
  • · Hasil analisis tim medis atau psikolog;
  • · Rekam jejak tindak pidana yang pernah dilakukan.

Selain itu, LPSK juga memberikan perlindungan kepada saksi pelaku atau justice collaborator dengan syarat, antara lain:

a. Tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK;

b. Sifat pentingnya keterangan yang diberikan oleh saksi pelaku dalam mengungkap suatu tindak pidana; 

c. Bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapkannya; 

d. Kesediaan mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan dan dinyatakan dalam pernyataan tertulis; dan 

e. Adanya ancaman yang nyata atau kekhawatiran akan terjadinya ancaman, tekanan secara fisik atau psikis terhadap saksi pelaku atau keluarganya jika tindak pidana tersebut diungkap menurut keadaan yang sebenarnya

Perlindungan LPSK terhadap Pelapor dan ahli diberikan dengan syarat sebagai berikut:

 a. sifat pentingnya keterangan Pelapor dan ahli; dan

 b. tingkat Ancaman yang membahayakan Pelapor dan ahli.

Proses Mengajukan Perlindungan ke LPSK

Proses pengajuan perlindungan ke LPSK diatur dalam Pasal 29.

a. Saksi dan/atau Korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK;

b. LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan

c. Keputusan LPSK diberikan secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari sejak permohonan Perlindungan diajukan.

Dalam kondisi tertentu LPS dapat memberikan perlindungan tanpa diajukan permohonan.

Perlindungan khusus untuk anak di bawah umur diatur dalam Pasal 29A. Perlindungan LPSK terhadap anak yang menjadi saksi atau korban dapat diberikan setelah mendapat izin dari orang tua atau walinya. Akan tetapi, izin ini tidak diperlukan jika: 

a. Orang tua atau wali diduga sebagai pelaku tindak pidana terhadap anak yang bersangkutan; 

b. Orang tua atau wali patut diduga menghalang-halangi anak yang bersangkutan dalam memberikan kesaksian; 

c. Orang tua atau wali tidak cakap menjalankan kewajiban sebagai orang tua atau wali; 

d. Anak tidak memiliki orang tua atau wali; atau 

e. Orang tua atau wali anak yang bersangkutan tidak diketahui keberadaannya. 

Dalam kondisi tidak memerlukan izin orang tua atau wali ini, perlindungan terhadap anak tersebut akan diberikan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat atas permintaan LPSK.

Eiben Heizar turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |