TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Indramayu Lucky Hakim mengakui telah melakukan perjalanan ke Jepang tanpa mengantongi izin resmi dari Kementerian Dalam Negeri maupun Gubernur Jawa Barat. Ia menyebut perjalanannya yang berlangsung pada 2 hingga 7 April 2025 itu semata-mata untuk berlibur bersama keluarga.
“Betul saya pergi ke Jepang tanpa mengantongi izin dari Pak Menteri Dalam Negeri dan Pak Gubernur Jawa Barat Pak Deddy Mulyadi. Saya pergi dari tanggal 2 April dan kembali ke Tanah Air tanggal 7 April. Peruntukannya untuk berekreasi ataupun berlibur bersama keluarga,” ujar Lucky melalui pesan suara, Rabu, 9 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengaku siap menerima segala konsekuensi yang ditetapkan atas tindakannya itu. “Saya salah karena pergi tanpa izin dari menteri dan tanpa izin dari gubernur. Itu satu kesalahan, kehilafan saya dan oleh karenanya saya siap untuk menerima segala konsekuensinya,” ucapnya.
Lucky menjelaskan, semula ia berniat bepergian hingga 11 April dan telah mencoba mengajukan izin pada 22 Maret melalui aplikasi. Namun, sistem menolak permohonan tersebut karena masa tunggu kurang dari 14 hari kerja.
“Saya mengajukan permohonan izin di tanggal 22 Maret, mengajukan izin lewat aplikasi dan ternyata mental. Kenapa mental? Aplikasinya tidak bisa masuk tanggal itu karena yang saya ajukan tanggal 8, 9, 10 itu di bawah 14 hari kerja,” katanya.
Ia mengira bahwa izin hanya dibutuhkan jika hari bepergian bertepatan dengan hari kerja, sehingga memundurkan jadwal hingga 7 April tanpa izin ulang. “Persepsi saya, asumsi saya adalah yang harus izin itu tanggal 8, 9, 10 karena itu hari kerja.”
Lebih jauh, ia mengklaim perjalanannya tidak menggunakan anggaran negara atau fasilitas pemerintah. “Saya pergi pakai uang pribadi, tidak dikawal, tidak diiringi, bahkan tidak disupirin oleh ASN,” katanya.
Sebelumnya Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto menyebut tindakan Lucky Hakim melanggar Pasal 76 Ayat (1) Huruf I dan J Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Beleid itu menyatakan kepala dan wakil kepala daerah dilarang melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari menteri.
Adapun menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kepala daerah yang bepergian tanpa mengajukan izin ke menteri bisa dikenakan sanksi. Dalam Pasal 77 ayat (2), kata Bima, bupati dan/atau wakil bupati, serta wali kota dan/atau wakilnya, yang melanggar larangan itu dapat dihukum dengan pemberhentian sementara selama tiga bulan oleh menteri.
Dian Rahma berkontribusi dalam penulisan artikel ini.