Lamban Mengusut Dugaan Kekerasan Seksual Edie Toet, Laporan Korban Kini Bertambah Jadi 4 Orang

15 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan mantan rektor Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno (ETH), hingga kini belum menunjukkan titik terang. Bahkan, dua laporan dari korban yang telah masuk ke Polda Metro Jaya sejak 12 dan 29 Januari 2024 masih belum jelas penyelesaiannya, meski kepolisian telah menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan sejak Juni 2024 lalu. Lantas, bagaimana kabar terbaru dari kasus dugaan pelecehan oleh Edie Toet Hendratno tersebut? Simak informasinya berikut ini.

Jumlah Korban Bertambah

Kabar terbaru dari kasus dugaan pelecehan seksual oleh Edie Toet adalah bertambahnya jumlah korban, dari dua orang menjadi empat orang. Dua orang korban baru, berinisial AM dan IR, melaporkan Guru Besar Universitas Pancasila itu ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri. “Kemarin, 2024, ada dua korban. Hari ini ada dua lagi yang melapor ke Mabes Polri,” ungkap Yansen Ohoirat, kuasa hukum pelapor, saat ditemui di Bareskrim, Jumat, 25 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yansen menjelaskan kedua kliennya tersebut mengalami pelecehan seksual di waktu dan tempat yang berbeda. Pelecehan terhadap IR terjadi pada 2019, di sebuah lokasi di Jakarta Selatan. Sedangkan AM mengaku dilecehkan pada Februari 2024, di sebuah mal di kawasan yang sama.

Berbeda dari korban sebelumnya yang merupakan pegawai Universitas Pancasila, dua korban baru ini adalah karyawan swasta yang pernah menjalin kerja sama dengan kampus. “Pelecehan hanya terjadi sekali, lalu korban langsung memutus komunikasi,” ujar Yansen.

Meski hanya satu kali, Yansen menyebut kedua kliennya mengalami gangguan psikologis yang membuat mereka baru berani melapor sekarang. “Ini proses yang sangat panjang. Karena memang dia butuh waktu untuk meyakinkan diri dan ada rasa takut juga karena ketimpangan relasi yang sangat kuat dengan terlapor,” ucap dia.

Kuasa Hukum Korban Ajukan Saksi Ahli

Kuasa hukum korban dugaan kekerasan seksual Edie Toet mengajukan penambahan saksi ahli dalam proses penyidikan kliennya di Polda Metro Jaya. Pengajuan itu disampaikan Yansen Ohoirat dan Amanda Manthovani kepada Sub Direktorat Remaja, Anak, dan Wanita (Kasubdit Renakta) Polda Metro Jaya.

“Kedatangan kami hari ini untuk pembicaraan mengenai ahli yang kami ajukan,” tutur Amanda kepada Tempo saat ditemui di Polda Metro Jaya, Rabu, 30 April 2025. Saksi ahli yang mereka ajukan merupakan seorang ahli di bidang komunikasi. Akan tetapi, Amanda masih enggan mengungkapkan identitasnya. 

Pengajuan saksi ahli ini, kata Amanda, bertujuan untuk menguatkan bukti agar penyidik dapat lebih yakin untuk menetapkan Edie Toet sebagai tersangka. Mengingat, proses hukum kasus kekerasan seksual ini telah mengalami stagnasi selama 16 bulan sejak pelaporan korban pada Januari 2024 lalu. “Harus ada keberanian dan profesional dari penyidik untuk bisa menetapkan itu,” kata dia.

Pengacara Korban Minta Gelar Perkara Khusus

Yansen Ohoirat dan Amanda Manthocani juga meminta Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak-Pidana Perdagangan Orang (PPA/PPO) Bareskrim Polri mengadakan gelar perkara khusus. “Kami akan mengajukan permohonan gelar khusus di Mabes Polri agar perkara ini dapat duduk sebagaimana mestinya,” ujar Yansen saat ditemui di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat, 25 April 2025.

Yansen mengaku skeptis dengan proses penyidikan kasus dugaan kekerasan seksual ini karena Edie Toet hingga saat ini masih belum dijadikan tersangka. Padahal, proses hukum terhadap kasus dugaan kekerasan seksual tersebut telah bergulir sejak Januari 2024 lalu di Polda Metro Jaya. “Karena yang kami lihat dan kami curigai bahwa ada sesuatu yang tidak benar dengan Polda Metro Jaya,” ucap dia.

Korban Laporkan Dosen Universitas Pancasila ke LLDikti

Kedua kuasa hukum korban itu juga mengadukan sejumlah dosen Universitas Pancasila ke Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) karena diduga melakukan intimidasi terhadap korban selama proses hukum berlangsung. Yansen mengatakan intimidasi terhadap korban berlangsung sebanyak dua kali.

“Intimidasi tersebut dilakukan pada saat korban masih di bawah perlindungan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban),” kata Yansen kepada Tempo saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pada Rabu, 23 April 2025.

Yansen menuturkan, intimidasi pertama menimpa korban RZ pada 12 Februari 2024. Pada saat itu, salah satu dosen meminta korban untuk mencabut laporannya di kepolisian. Menurut Yansen, permintaan tersebut diduga disampaikan atas perintah ETH yang saat itu masih menjabat sebagai rektor.

Sementara itu, intimidasi yang kedua, kata Yansen, terjadi pada 20 Januari 2025. Seorang dosen, yang juga merangkap pejabat kampus, memerintahkan agar korban RZ dipindahkan dari pekerjaannya di rektorat Universitas Pancasila ke salah satu fakultas. Yansen menyebut perintah itu merupakan kehendak Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Universitas Pancasila.

Yansen menilai kedua intimidasi yang menimpa korban itu disebabkan oleh adanya relasi kuasa yang tidak seimbang antara pihak korban dan tersangka ETH yang merupakan mantan rektor sekaligus guru besar di Universitas Pancasila.

“Adanya relasi kuasa yang berkaitan dengan tenaga pendidik ini mempunyai implikasi terhadap mutu pendidikan. Oleh karena itu kami laporkan kepada LLDikti agar dapat diproses secara administratif,” tuturnya.

Rektor UP Dicopot Karena Diduga Lindungi Korban ETH

Belakangan, beredar kabar bahwa Rektor Universitas Pancasila Profesor Marsudi Wahyu Kisworo tiba-tiba dicopot dari jabatannya oleh Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPP-UP). Marsudi menilai pencopotannya ini diduga lantaran sikapnya membela korban dugaan kekerasan seksual Edie Toet.

Berdasarkan pengakuan Marsudi kepada Tempo, ada permintaan kepadanya untuk mengaktifkan kembali status Edie Toet sebagai dosen Universitas Pancasila pada Agustus 2024. Namun ia menolak permintaan itu dan mendesak agar Edie justru diberhentikan, alih-alih sekadar dinonaktifkan.

“Di situ yayasan agak marah kepada saya dan ada ancaman. Misal kalau nggak nurut nanti dievaluasi,” ujar Marsudi saat ditemui Tempo di ruang anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kamis, 30 April 2025. Saat ini, Marsudi menjabat sebagai Dewan Pengarah BRIN.

Sementara itu, pihak yayasan membantah pemberhentian Marsudi Wahyu Kisworo sebagai rektor berkaitan dengan kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret Edie Toet Hendratno. "Saya tidak melihat ada kaitannya dengan kasus ETH yang saat ini sedang diproses di kepolisian," ucap Ketua Pengurus YPP UP Muhammad Anis, Kamis, 1 Mei 2025.

Jihan Ristiyanti dan Oyuk Ivani Siagian berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |