CANTIKA.COM, Jakarta - Di tengah hiruk-pikuk gaya hidup modern, jamu tetap bertahan sebagai warisan yang tak lekang oleh waktu. Lebih dari sekadar ramuan herbal, jamu adalah simbol kasih sayang, ketahanan, dan identitas budaya yang dijaga turun-temurun, terutama oleh para perempuan Indonesia.
Pada peringatan Hari Kartini sekaligus menyambut Dasa Windu (80 Tahun Indonesia), Acaraki Jamu Festival digelar dengan tujuan utama untuk mengangkat kembali nilai budaya jamu Indonesia, sekaligus menghormati perjuangan para laskar jamu gendong yang hingga kini setia menjaga tradisi. Festival ini merupakan acara perdana yang dilaksanakan pada Ahad, 27 April 2025 di Museum Fatahillah, Kota Tua, Jakarta Barat.
Tujuan Acaraki Jamu Festival
CEO Acaraki, Jony Yuwono saat ditemui di Festival Jamu Nusantara persembahan Acaraki di Jakarta, Ahad, 27 April 2025 di Museum Fatahillah/Foto: Cantika/Hendy Mulia Suprapto
Festival ini tidak hanya sekadar memperkenalkan jamu sebagai minuman tradisional, tetapi juga menonjolkan filosofi perjuangan di baliknya. Ketua GP Jamu Indonesia, Jony Yuwono, yang menjadi penggagas acara mengatakan tujuan dari festival ini adalah untuk menunjukkan perjuangan seorang jamu gendong.
“Mereka bangun jam 4 pagi, salat subuh untuk menjaga spiritualitas, lalu mulai menumbuk beras, menghancurkan kunyit, kencur, merebus, dan meniris semua bahan. Setiap hari, mereka membuat hingga enam racikan jamu dan berjalan berkilo-kilometer tanpa mengenal libur." jelas Jony kepada Cantika.
Dengan mengajak peserta berjalan sehat bersama para jamu gendong, festival ini ingin memperlihatkan langsung beratnya perjuangan mereka. "Harapan kami, peserta bisa melihat secara nyata perjuangan mereka—dalam kondisi apa pun, mereka tetap berjalan," tambahnya.
Dukungan Acaraki
Pemilihan Acaraki sebagai wadah utama festival bukan tanpa alasan. Acaraki dikenal sebagai kafe jamu modern yang tetap berpegang teguh pada prinsip pembuatan jamu tradisional, namun dengan pendekatan kekinian.
"Dasar kenapa Acaraki yang digandeng, karena tema utama acara ini adalah revitalisasi. Kita tetap mengacu pada filosofi jamu, tapi teknik penyajiannya disesuaikan agar lebih diterima generasi muda," jelas CEO GP Jamu Indonesia tersebut.
Acaraki ingin menunjukkan bahwa jamu bukan hanya minuman kesehatan, melainkan sebuah representasi budaya yang penuh doa dan semangat. "Kata jamu itu sendiri berasal dari Jawa Kuno, jampi (doa) dan usodo (kesehatan). Jadi jamu adalah doa kesehatan," ujarnya.
Peran Laskar Jamu Gendong
Finalis lomba kreasi jamu di Festival Jamu Nusantara persembahan Acaraki di Jakarta, Ahad, 27 April 2025 di Museum Fatahillah/Foto: Cantika/Hendy Mulia Suprapto
Laskar jamu gendong memiliki peran sentral dalam acara ini. Mereka bukan hanya objek, tetapi bagian aktif dari cerita yang dihidupkan dalam festival. "Ketika para peserta berjalan berdampingan dengan mereka, kami ingin mereka merasakan sendiri—beratnya bakul, panjangnya perjalanan, dan konsistensi tanpa libur yang harus mereka jalani," kata Jony.
Festival ini ingin mengajak masyarakat untuk lebih memahami dan menghargai pengorbanan para jamu gendong yang menjadi tulang punggung kelestarian tradisi jamu di Indonesia.
Acaraki Jamu Festival tidak berhenti di satu acara saja. Ada rencana untuk mengadakan festival serupa di Sarinah pada 25 Mei, dan dilanjutkan setiap bulan hingga Agustus. "Kali ini baru percobaan. Harapannya, ini bisa menjadi contoh bagi kementerian dan pemerintah untuk mendukung acara seperti ini, agar ke depan bisa dibuat lebih besar lagi," jelasnya.
Lebih dari sekadar acara, festival ini adalah ajakan untuk kembali mengenali dan mencintai budaya Indonesia. "Supaya dikala mereka mau pergi ke luar negeri, minimal bawalah sekeping Indonesia bersama mereka," katanya.
Kesan Peserta dan Pemenang Kompetisi
Antrean jamu free flow Festival Jamu Nusantara persembahan Acaraki di Jakarta, Ahad, 27 April 2025 di Museum Fatahillah/Foto: Cantika/Hendy Mulia Suprapto
Dalam Acaraki Jamu Festival, terdapat beberapa agenda yang dilaksanakan, seperti Fun Walk, Parade Jamu Gendong, Lomba Kreasi Jamu, dan masih banyak lagi. Suryati, salah satu laskar jamu gendong, mengaku sangat senang karena bisa tampil di fashion show sambil membawa bakul jamu. “Itu sesuatu yang sangat indah dan tantangan sekali. Saya sudah latihan di rumah agar tidak grogi tapi tetap saja grogi,” jelas Suryati.
Tak hanya itu, Suryati juga memenangkan lomba kreasi jamu sebagai peraih juara kedua, Ia menjelaskan bahan yang dipilih untuk diracik untuk menjadi jamu sehingga memperoleh juara.
“ Saya membuat inovasi minuman namanya adalah “Namaku” – nanas, mangga, kunyit. Alasannya itu supaya bisa lebih diterima oleh kalangan muda dan ikut mencintai jamu dan melestarikannya.” lanjutnya.
Clarissa, salah satu peserta Fun Walk juga merasa antusias mengikuti acara yang diadakan oleh Acaraki Jamu Festival. Ia mengaku baru kali pertama kali mengikuti kegiatan semacam Fun Walk ini. “Sebenarnya awalnya diajak teman, lalu ketika lihat ‘kok kayanya menarik acaranya’” jelasnya.
Pengunjung dan peserta bisa menikmati minuman jamu di Festival Jamu Nusantara persembahan Acaraki di Jakarta, Ahad, 27 April 2025 di Museum Fatahillah/Foto: Cantika/Hendy Mulia Suprapto
Ia juga tidak menyangka bahwa ia berkesempatan mendapatkan undian hadiah berupa satu unit sepeda listrik. “Seru sekali, tadi sudah pengen pulang padahal karena rumah aku jauh ya di Bekasi. Lalu kata temanku ‘nanti saja dulu’,” lanjutnya. Ia juga berharap acara ini dapat diadakan lagi ke depannya.
Festival ini diharapkan menjadi momentum untuk merevitalisasi budaya Nusantara dalam semangat "menjamu dunia." Di tengah derasnya arus globalisasi, Acaraki Jamu Festival hadir sebagai pengingat: budaya Indonesia, termasuk jamu, batik, wayang, dan tradisi lainnya, bukan sekadar warisan kuno melainkan aset berharga yang harus dihidupkan kembali dan dibanggakan di mata dunia.
Pilihan Editor: Dear Jamu Lovers, UNESCO Tetapkan Budaya Sehat Jamu jadi Warisan Budaya Takbenda
NAJWA AZZAHRA
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika