TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berencana menerapkan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan pada Senin, 30 Juni 2025, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Namun, implementasi sistem pengganti kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan itu akan mundur hingga akhir tahun.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan belum semua rumah sakit di Indonesia memenuhi kriteria KRIS. Dia menyebut ada 12 kriteria KRIS yang harus dipenuhi rumah sakit, seperti ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, dan kamar mandi dalam ruang rawat inap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Untuk mengejar target Juni 2025, sebenarnya sekitar hampir 90 persen ya, 88 persen itu sudah ready. Jadi, 1.436 rumah sakit itu sudah memenuhi,” kata Budi dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin, 26 Mei 2025.
Budi merinci bahwa terdapat 2.554 rumah sakit yang sudah mengisi aplikasi RS Online penerapan KRIS. Dari angka tersebut, 1.436 rumah sakit atau sekitar 57,28 persen telah memenuhi 12 kriteria dan siap mengimplementasikan KRIS pada 30 Juni 2025. Kemudian, 786 rumah sakit atau sekitar 30,78 persen memenuhi 9-11 kriteria pada akhir Desember 2025. “786 (rumah sakit) ini tinggal sedikit lagi yang mereka akan penuhi. Jadi, harusnya 2025 bisa selesai hampir 90 persen lah, ini 88 persen harusnya bisa selesai,” ucap Budi.
Dia menjelaskan bahwa ada 305 rumah sakit yang perlu upaya maksimal agar bisa mencapai target penerapan KRIS pada Desember 2025. Dari jumlah itu, sebanyak 189 rumah sakit (7,4 persen) memenuhi 5-8 kriteria, 46 rumah sakit (1,8 persen) memenuhi 1-4 kriteria, dan 70 rumah sakit (2,74 persen) yang belum memenuhi kriteria KRIS sama sekali.
“Memang yang agak bermasalah adalah sekitar 300 rumah sakit. Ada sekitar 300-an rumah sakit yang memang belum memenuhi kriteria KRIS. Tapi 90 persen dari 2.500-an rumah sakit sebenarnya di akhir tahun ini harusnya sudah bisa memenuhi,” ujar Budi.
Dia menuturkan bahwa terdapat beberapa kriteria KRIS yang dinilai paling susah untuk dipenuhi oleh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dia menyebut kriteria yang paling banyak belum dipenuhi rumah sakit adalah kelengkapan tempat tidur.
“Jadi, satu tempat tidur harus ada colokan listrik, dua stop kontak, sama bel buat memanggil nurse (perawat). Nah, ini yang paling banyak tidak lengkap, rumah sakit yang paling banyak tidak lengkap ada sekitar 16 persen yang belum lengkap,” kata Budi.
Kemudian, kriteria kedua yang paling banyak belum dipenuhi rumah sakit adalah ketersediaan tirai atau partisi antartempat tidur. Dia mengatakan sekitar 300 rumah sakit yang belum memenuhi kriteria KRIS umumnya tidak menyediakan tirai.
“Nah, yang ketiga ini yang mungkin agak sulit, yaitu kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur. Jadi, yang ditekankan adalah untuk kelas 2, maksimal untuk KRIS empat (tempat tidur) atau jaraknya minimal 1,5 meter. Ini yang mungkin membutuhkan renovasi sedikit dari ruangan atau mesti geser-geser tempat tidur,” ucap Budi.
Kendati menghadapi kendala berupa pemenuhan kriteria KRIS oleh sejumlah rumah sakit, ia mengungkapkan bahwa pihaknya sedang dalam proses finalisasi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Dia menyatakan akan berupaya mengejar target penyelesaian hambatan dalam program penerapan KRIS. “Kalau kami mau kejar 90 persen selesai, kami usulkan yang dari Juni diperpanjang sampai 31 Desember 2025. Karena seperti data yang tadi kami lihat, harusnya 90 persen itu selesai di 2025,” ujar dia.