Guru Besar Universitas Pertahanan Cabut Permohonan Uji Materi UU TNI di MK

6 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar Universitas Pertahanan Kolonel Muhammad Halkis mencabut permohonan perkara uji materi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI di Mahkamah Konstitusi.

Dalam agenda sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Nomor 33/PUU-XXIII/2025, Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan Majelis menerima surat pencabutan permohonan perkara gugatan uji materi UU TNI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Apakah betul? Mohon konfirmasinya," kata Suhartoyo dalam di ruang persidangan lantai II gedung Mahkamah Konstitusi, Jumat, 25 April 2025.

Halkis selaku pemohon yang hadir melalui telekonferensi membenarkan ihwal surat pencabutan permohonan perkara itu. Namun, dia tak menjelaskan rinci alasan dicabutnya gugatan uji materi ini.

"Betul, melalui kuasa hukum, kami telah meminta pencabutan perkara karena loss object," ujar Halkis.

Suhartoyo kemudian menimpali dengan mengatakan, Majelis tidak perlu melanjut kan agenda persidangan pemeriksaan perkara Nomor 33/PUU-XXIII/2025.

Selanjutnya, kata dia, Majelis akan membawa hasil persidangan kepada Rapat Permusyawaratan Hakim atau RPH. Ia pun memberikan ruang bertanya kepada pemohon sebelum mengakhiri persidangan.

Namun, Halkis dan kuasa hukumnya mengatakan tak akan mengajukan pertanyaan. "Cukup," katanya.

Sebelumnya, dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Halkis mengajukan gugatan uji materi UU TNI ke Mahkamah dengan alasan ketentuan yang ada mengekang hak prajurit sebagai warga negara.

Menunjuk Izmi Waldani dan Bagas Al Kautsar sebagai kuasa hukum, Halkis mendaftarkan gugatan dengan nomor registrasi 41/PAN.ONLINE/2025. Pasal yang ia gugat adalah Pasal 2 huruf d; Pasal 39 ayat (3); dan Pasal 47 ayat (2).

Pasal 2 huruf d yang mendefinisikan tentara profesional sebagai prajurit yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, kata Halkis, tidak teoat secara logika.

Alasannya, pendekatan yang digunakan dalam definisi itu menggunakan pendekatan negatif, tidak menjelaskan tentara profesional secara positif. Sehingga, kata Halkis, terjadi kesalahpahaman dalam memahami profesionalisme militer.

"Tentara profesional harus dimaknai sebagai prajurit yang menjalankan tugas secara netral, berbasis kompetensi, dan memiliki hak dalam aspek ekonomi, serta jabatan publik," kata dia.

Syahdan, Pasal 39 ayat (3) yang melarang prajurit untuk berbisnis, dia mengatakan, ketentuan itu bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Halkis mencontohkan, di Amerika Serikat dan Jerman, prajurit justru diperbolehkan untuk memiliki usaha dengan mekanisme pengawasan yang jelas. Tetapi, aturan ini justru tidak berlaku di Indonesia.

Pun, Pasal 47 ayat (2) yang mengatur batasan prajurit aktif menduduki jabatan sipil, ia menilai ketentuan itu bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang menjamin hak warga negara atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Dia mengklaim, jika Mahkamah mengabulkan permohonan ini, maka akan terjadi perubahan besar dalam konsep profesionalisme militer ke arah yang lebih jelas, dengan berbasis prinsip konstitusi serta keadilan.

Adapun, sidang pemeriksaan pendahulan perkara gugatan uji materi UU TNI diagendakan berlangsung hari ini.

Berdasarkan jadwal persidangan yang tertera di situs mkri.id gugatan yang Kolonel Halkis akan dihelat pada Jumat, 25 April 2025 pukul 13.30.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |