TEMPO.CO, Surabaya - Sebuah festival musik lintas generasi digelar di Gedung Cak Durasim, kompleks Taman Budaya Jawa Timur, Jalan Gentengkali 85 Surabaya, Jumat malam, 18 April 2025. Mengangkat tema ‘For You,’ festival itu menjembatani kolaborasi antara musikus senior atau maestro, dengan musikus yunior dalam sebuah panggung orkestra.
Tim orkestra yang tampil merupakan gabungan dari mahasiswa Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatika (STKW), Universitas Negeri Surabaya (Unesa), dan siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 12 Surabaya. Kolaborasi senior-yunior itu juga nampak dari penampilan spesial Arya Galih dan Octavalica HN (penyanyi), serta Elly D. Luthan (maestro seni pertunjukkan).
Menariknya orkestrasi pengiring festival tersebut juga perpaduan antara alat-alat musik modern seperti biola, terompet, drum, gitar, serta seperangkat gamelan. Dengan aransemen yang pas, penggabungan dua genre musik itu menghasilkan irama konser yang nyaman didengar. Maestro seni gamelan gagrag Jawatimuran, Bambang SP, tampil di atas panggung membawakan Jula-Juli Kidungan khas Surabaya dengan iringan dua genre alat musik tersebut..
Di sela-sela itu ditampilkan pula tarian topeng Panji khas Malang. Ditampilkannya tari Panji pada pagelaran tersebut sekaligus ingin menunjukkan bahwa Panji termasuk ragam kesenian Jawa Timur. Aransemen musik serta syair lagu yang mengiringi tarian tersebut membentuk sebuah suasana untuk menterjemahkan kisah pengembaraan, cinta kasih antara Panji Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji, serta pengabdian.
Kurator seni sekaligus tim kreatif festival, Joko Winarko, menuturkan ‘For You’ memang sebuah konsep kolaborasi lintas generasi bagi para pelaku seni Jawa Timur. Kolaborasi tersebut diterjemahkan dalam ragam alat musik. “Penekanannya pada konsep lebur menjadi satu, Tak usahlah disebut yang tua dan yang muda, yang gamelan dan yang non-gamelan, tapi sebuah pertunjukan kolaborasi,” kata pengajar Seni Musik Unesa yang akrab disapa Joko Porong itu.
Menurut Joko Porong pertunjukkan itu juga menggabungkan dua kutub pelaku seni untuk seni dan pelaku seni untuk industri. Selama ini, menurut Joko, keduanya seperti berjalan pada rel kanan dan rel kiri yang kendati beriringan tetapi sulit bertemu. “Nah, dalam momen itu mereka dipertemukan bagaimana para idealis dan para pelaku industri bisa melebur,” kata Joko Porong dalam keterangannya.
Meskipun mengkolaborasikan senior-yunior dalam satu panggung serta mengangkat genre musik dan seni yang berbeda-beda, namun Joko mengatakan tak sulit memadukan ke dalam sebuah pementasan yang indah dan dinamis. Sebab, pada dasarnya mereka yang tampil telah memiliki sense yang tak jauh berbeda. Sehingga pada pertunjukkan itu para pemain dibiarkan natural. Adapun penataan alur pertunjukan, kata Joko Porong, ada yang medley dan ada yang break season untuk kebutuhan memutus suasana.
Pentas dibuka dengan joget tradisional keprajuritan dan selanjutnya secara berurutan berganti ke nyanyian dan teatrikal tari. Elly D. Luthan, membuat efek kejut dengan kemunculanya yang tiba-tiba dari tengah kursi penonton. Sambil menari ia berjalan ke atas panggung. Di sana ada Joko Porong yang telah menunggu. Selanjutnya mereka memperagakan teatrikal dengan iringan musik mendayu. Tata lampu dan layar multimedia kian menghidupkan suasana panggung.
Elly D. Luthan mengatakan pementasan kolaborasi itu sesungguhnya bukan menggabungkan antara seni musik dan seni tari, namun bila dicermati semua kesenian lahir dari teater tradisi yang berhubungan dengan unsur musik serta unsur gerak yang bukan tari.
Dalam konteks pementasan kolaborasi ‘For You,’ kata Elly, para seniman senior hanya bagian dari bara yang mengajak generasi Z untuk menyala dan tumbuh bersama, lalu mempersilakan mereka akan ke mana selanjutnya. “Bagaimana pun mereka butuh rumah, air, dan udara. Di mana rumah itu masih adalah yang senior-senior ini, yang selalu mendukung dunia seperti apa yang mereka inginkan,” ujar Elly.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur Evy Afianasari menuturkan sering mendapat masukan dari pala pelaku kesenian untuk menggali potensi seni ke arah kekinian. Hal itu perlu dilakukan karena saat ini gen Z sudah menjadi mayoritas pemerhati seni. “Sehingga challenge-nya adalah bagaimana kami menyajikan sebuah tampilan seni tradisional yang bisa dikolaborasikan dengan kesenian yang berkembang di masyarakat,” kata Evy.
Menyambut usulan itu, kata Evy, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur kemudian menggodok konsep sebuah kolaborasi yang tak hanya antar-generasi, tapi juga antar-kesenian. Agar menarik bagi generasi muda, pentas itu harus dibuat semegah mungkin. “Kami menyajikan beragam kesenian yang agak lengkap itu ke satu panggung pertunjukkan itu,” kata Evy.
Pilihan Editor: Festival Musik Patrol Lumajang, Lestarikan Kesenian Tradisional Khas Ramadan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini