Dugaan Suap Hakim: dari Rp 20 Miliar sampai Akhirnya Naik Tiga Kali Lipat

1 day ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung membongkar dugaan suap Rp 60 miliar untuk mengatur putusan lepas (ontslag) sidang kasus korupsi CPO dengan terdakwa korporasi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin dini hari, 14 April 2025, mengatakan pengaturan ini berawal dari tawaran advokat Ariyanto kepada panitera muda Wahyu Gunawan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus ontslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar,” kata Abdul Qohar seperti dikutip Antara.

Tawaran itu disampaikan oleh Wahyu kepada Muhammad Arif Nuryanta yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala PN Jakarta Pusat.

Mendengar permintaan tersebut, Arif Nuryanta menyetujui, tetapi dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan tiga sehingga total senilai Rp60 miliar.

Ariyanto menyanggupi dan menyerahkan uang Rp60 miliar dalam mata uang dolar AS melalui Wahyu Gunawan.

Uang tersebut selanjutnya diberikan kepada Arif Nuryanta. Wahyu pun diberi uang senilai 50.000 dolar AS oleh Arif Nuryanta. “Jadi, Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut,” kata Qohar.

Selanjutnya, Arif menunjuk majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto sebagai ketua majelis, Agam Syarif Baharuddin sebagai anggota majelis, dan Ali Muhtarom sebagai hakim ad hoc.

Setelah terbit surat penetapan sidang, Arif Nuryanta memanggil Djuyatmo selaku ketua majelis dan Agam Syarif untuk memberikan uang dolar senilai Rp4,5 miliar.

“Uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi,” ujarnya.

Uang tersebut kemudian oleh Djuyatmo dibagikan kepada Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom.

Beberapa waktu kemudian, Arif Nuryanta kembali memberikan uang dalam mata uang dolar AS yang apabila dirupiahkan senilai Rp 18 miliar kepada Djuyatmo selaku ketua majelis.

Oleh Djuyamto, uang dolar AS tersebut dibagi kepada anggota majelis hakim yang jika dirupiahkan untuk Agam Syarif Baharuddin sebesar Rp4,5 miliar dan untuk Ali Muhtarom sebesar Rp5 miliar.

“Ketiga hakim mengetahui tujuan dari penerimaan uang agar perkara diputus ontslag, dan hal ini menjadi nyata ketika tanggal 19 Maret 2025 perkara korporasi minyak goreng diputus ontslag oleh majelis hakim,” kata Qohar.

Ketiga hakim tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 huruf b jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan Arif Nuryanta bersama dua advokat Ariyanto dan Marcella Santoso, serta Wahyu Gunawan sebagai tersangka dugaan suap Rp 60 miliar untuk mengatur hasil sidang korupsi CPO.

Menurut Qohar, Marcella menjadi pintu masuk pengusutan dugaan suap ini karena namanya muncul dalam bukti elektronik ketika Kejaksaan Agung mengusut kasus Ronald Tannur di Surabaya.

Sebelumnya Kejaksaan Agung membongkar kasus suap terhadap tiga hakim yang memutus bebas Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan di Pengadilan Surabaya. 

Namun Qohar tidak menjelaskan lebih jauh kaitan Marcella dengan kasus suap hakim di Surabaya itu.

Kejaksaan Agung juga belum mengungkap sumber uang Rp 60 miliar, yang diberikan advokat Ariyanto kepada Muhammad Arif Nuryanta.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |