Definisi Conclave dan Makna Asap Putih Kapel Sistina Setelah Paus Wafat

3 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang paus wafat menandai lebih dari sekadar berakhirnya masa kepemimpinan spiritual tertinggi dalam Gereja Katolik. Peristiwa ini sekaligus membuka jalan bagi dimulainya sebuah proses berusia berabad-abad yang dijalankan secara tertutup dan penuh ritus: konklaf. Dunia kini menanti tahapan penting ini setelah Paus Fransiskus meninggal dunia pada 21 April 2025 dalam usia 88 tahun.

Sebagai pemimpin umat Katolik sedunia, kekosongan yang ditinggalkan Paus Fransiskus segera mendorong pelaksanaan konklaf kepausan, sebuah mekanisme sakral yang digunakan Gereja Katolik Roma untuk memilih pemimpin baru. Salah satu elemen yang paling dikenali publik dalam proses ini adalah kemunculan asap dari cerobong Kapel Sistina, yang telah menjadi simbol universal dari hasil pemungutan suara para kardinal.

Conclave: Tradisi Tertutup dalam Pemilihan Paus

Conclave atau konklaf merupakan istilah yang merujuk pada proses pemilihan paus oleh para kardinal, berlangsung di dalam Kapel Sistina yang terletak di kawasan Vatikan. Kata “konklaf” sendiri berasal dari bahasa Latin cum clave, yang berarti “dengan kunci”, menggambarkan praktik isolasi total para kardinal dari dunia luar selama proses berlangsung. Mereka dilarang berkomunikasi atau menerima informasi dari luar, demi menjaga kerahasiaan dan kemurnian proses pemungutan suara.

Dikutip dari Antara, Senin, 21 April 2025, dalam konklaf hanya kardinal yang berusia di bawah 80 tahun yang berhak memberikan suara. Saat ini terdapat 138 dari 252 kardinal di seluruh dunia yang memenuhi kriteria tersebut. Meskipun secara doktrin, setiap pria Katolik yang telah dibaptis dapat menjadi paus, dalam praktiknya, jabatan ini nyaris selalu diberikan kepada seorang kardinal yang sudah lama berkarya di dalam tubuh Gereja.

Konklaf dimulai setelah masa duka sembilan hari (novemdiales) pasca wafatnya paus. Setelah itu, para kardinal akan berkumpul untuk menjalankan rangkaian pemungutan suara yang bisa berlangsung selama beberapa hari, bahkan berminggu-minggu, tergantung pada dinamika dan konsensus yang tercapai di antara para pemilih.

Simbol Asap: Isyarat Bisu dari Kapel Sistina

Di tengah keterisolasian proses konklaf, satu-satunya jendela informasi bagi umat dan dunia luar adalah kepulan asap dari cerobong Kapel Sistina. Tradisi ini telah menjadi simbol penting dan ritualistik dalam setiap pemilihan paus.

Asap hitam (fumata nera) yang mengepul dari cerobong menyatakan bahwa belum ada kesepakatan yang tercapai, belum ada calon yang berhasil memperoleh mayoritas dua pertiga suara dari total pemilih. Sebaliknya, asap putih (fumata bianca) menjadi penanda yang sangat dinanti: seorang paus baru telah terpilih.

Proses ini bukan sekadar pembakaran surat suara. Campuran bahan kimia tertentu digunakan untuk menghasilkan warna asap yang membedakan hasil pemungutan suara. Ini dilakukan setelah setiap putaran, yang bisa berlangsung hingga empat kali dalam sehari. Surat suara yang sudah digunakan dikumpulkan, dihitung secara rahasia, lalu dibakar di tungku khusus dalam kapel.

Saat asap putih akhirnya mengepul, suasana di Lapangan Santo Petrus berubah seketika menjadi lautan harapan dan sukacita dari umat Katolik yang menunggu. Dalam waktu singkat setelah isyarat itu muncul, nama paus baru akan diumumkan kepada publik, disertai pemunculannya di balkon utama Basilika Santo Petrus.

Kerahasiaan dan Ritus yang Dijaga Ketat

Penting untuk dicatat bahwa seluruh proses konklaf dilaksanakan dalam tingkat kerahasiaan yang luar biasa. Semua bentuk komunikasi dari dan ke luar Vatikan selama konklaf dilarang keras. Kapel Sistina dibersihkan dari perangkat penyadap sebelum dan sesudah proses, dan para kardinal diingatkan bahwa membocorkan informasi konklaf dapat berujung pada pengucilan dari gereja.

Rangkaian konklaf tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga mengandung dimensi spiritual yang sangat dalam. Para kardinal diyakini tidak sekadar menggunakan penalaran politik atau administratif, melainkan juga berdoa dan merenung untuk memilih pemimpin yang dianggap paling layak memimpin gereja dalam tantangan zaman yang baru.

Dewi Rina Cahyani berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan Editor: Pemilihan Paus di Vatikan: Bagaimana Prosedur Pemungutan Suara?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |