INFO BISNIS - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI, membeli kembali saham (buyback) untuk mendukung program kepemilikan saham bagi karyawan. Buyback ini juga menjadi cerminan optimisme perseroan terhadap keberlanjutan kinerja jangka panjang BRI.
Menurut Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi, buyback perseroan berkode saham BBRI telah memperoleh persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar pada 24 Maret 2025 lalu dengan jumlah sebesar-besarnya Rp3 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Buyback dilakukan melalui Bursa Efek maupun di luar Bursa Efek, baik secara bertahap maupun sekaligus, dan diselesaikan paling lama 12 bulan setelah tanggal RUPST,” kata Hendy.
Sebagai tahap awal, BRI melaksanakan buyback periode pertama pada April 2025 sebagai bagian dari strategi perseroan dalam meningkatkan kepercayaan investor. Langkah ini juga mempertimbangkan kondisi makro ekonomi global dan domestik, antara lain efek dari kebijakan tarif baru yang diumumkan oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump dan ketidakpastian arah kebijakan benchmark rate The Federal Funds Rate (FFR).
Hendy menambahkan bahwa keputusan buyback periode ini menunjukkan komitmen kuat BRI dalam menjaga kepentingan pemegang saham di tengah fluktuasi pasar. Di samping itu, dilaksanakan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku, termasuk Pasal 43 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 29 Tahun 2023.
“Melalui aksi korporasi ini perseroan telah mempertimbangkan dengan cermat kondisi likuiditas dan posisi keuangan saat ini, sehingga pelaksanaan buyback tidak akan mengganggu kesehatan keuangan BRI,” tutur Hendy.
Sebagai informasi, BRI telah melaksanakan buyback dalam rangka program kepemilikan saham pekerja, dan/atau direksi dan dewan komisaris sejak 2015. Program tersebut merupakan bagian dari upaya perseroan untuk mendorong engagement pekerja terhadap keberlanjutan peningkatan kinerja Perusahaan dalam jangka panjang.
“Buyback BBRI diproyeksikan akan meningkatkan motivasi dan kinerja Insan BRILiaN, sehingga dapat lebih optimal terhadap pencapaian target, dan berujung pada peningkatan kinerja perseroan. Di sisi lain, implementasi kebijakan ini tetap mengacu pada regulasi yang berlaku dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG),” kata Hendy. (*)