Apakah Perusahaan Boleh Menahan Ijazah Karyawan?

1 day ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Wali Kota Surabaya Armuji dilaporkan ke Kepolisian Daerah Jawa Timur setelah melakukan inspeksi mendadak (sidak) di sebuah pabrik yang berlokasi di kawasan Margomulyo. Sidak tersebut dilakukan karena adanya dugaan bahwa perusahaan tersebut menahan ijazah para pekerjanya.

Namun alih-alih mendapatkan klarifikasi dari pihak manajemen atau pemilik perusahaan, Armuji justru dilaporkan ke Polda Jatim dengan tuduhan pencemaran nama baik. Inspeksi yang dilakukan Armuji di CV Sentosa Seal, Margomulyo, Surabaya, berangkat dari laporan masyarakat. Video kegiatan sidak itu diunggah di kanal YouTube milik Armuji pada Kamis, 10 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah video tersebut tayang, pemilik perusahaan langsung melaporkan Armuji ke pihak kepolisian. Ia dikenakan Pasal 45 ayat (4) juncto Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kepala Bidang Humas Polda Jatim Komisaris Besar Dirmanto membenarkan laporan tersebut. Menurut dia, laporan diajukan oleh Jan Hwa Diana, pemilik CV Sentosa Seal, atas dugaan pencemaran nama baik. CV Sentosa Seal merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri material.

Apakah Perusahaan Boleh Menahan Ijazah Pekerja?

Secara umum, belum terdapat regulasi dalam peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit melarang perusahaan untuk menahan ijazah milik karyawan selama masa perjanjian kerja berlangsung. Bahkan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2013 pun tidak mengatur secara khusus soal penahanan ijazah.

Mengacu pada Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), dinyatakan bahwa setiap perjanjian kerja yang dibuat antara perusahaan dan karyawan memiliki kekuatan hukum layaknya undang-undang. Dengan kata lain, selama isi kontrak disepakati oleh kedua belah pihak, maka tindakan perusahaan menahan ijazah tidak dapat dikenai sanksi hukum.

Karena itu, dari sisi hukum, tidak terdapat aturan yang secara langsung melarang praktik penahanan ijazah oleh perusahaan. Biasanya, hal ini merupakan hasil kesepakatan yang dimuat dalam perjanjian kerja antara karyawan dan pihak perusahaan.

Namun demikian, praktik penahanan ijazah sering kali berdampak buruk bagi pekerja, karena dapat membatasi mereka dalam mencari pekerjaan lain. Permasalahan hukum juga dapat timbul, misalnya, ketika karyawan memutuskan kontrak secara sepihak, telah membayar kompensasi, namun perusahaan tetap tidak mengembalikan ijazah.

Dengan demikian, meskipun secara hukum perusahaan diperbolehkan menahan ijazah selama masa kontrak kerja atas dasar kesepakatan bersama, penahanan tersebut tidak boleh dilakukan secara sepihak atau tanpa persetujuan karyawan.

Di sisi lain, calon pekerja sebaiknya membaca dan memahami isi kontrak kerja dengan seksama sebelum menandatanganinya. Pastikan klausul mengenai penahanan ijazah tertulis secara jelas, tanyakan alasan di balik kebijakan tersebut, dan ketahuilah bahwa Anda memiliki hak untuk menolak jika merasa keberatan dengan aturan tersebut.

Dirjen HAM: Penahana Ijazah Oleh Perusahaan Perlu Regulasi Khusus

Pada Agustus 2024, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) saat itu, Dhahana Putra, menilai praktik penahanan ijazah oleh perusahaan terhadap pekerja dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) perlu menjadi sorotan serius. Meskipun hal ini telah lazim dilakukan di dunia usaha, menurut dia, tindakan tersebut berisiko melanggar hak-hak pekerja.

“Kebijakan perusahaan untuk melakukan penahanan ijazah, Jika kita perhatikan secara jeli membuat adanya potensi pembatasan hak mengembangkan diri bagi tenaga kerja untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik,” kata dia dikutip dari laman resmi Kemenhum Wilayah Bali.

Dhahana mengakui bahwa baik Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun aturan teknis lainnya belum secara eksplisit mengatur mengenai penahanan ijazah. Akibatnya, perusahaan kerap mengambil inisiatif sendiri dengan mencantumkan kebijakan tersebut dalam proses perekrutan. Namun Dhahana juga mencatat bahwa banyak masyarakat yang merasa dirugikan, karena ketentuan tersebut dinilai membatasi akses mereka terhadap peluang kerja yang lebih baik.

Karena itu, ia menilai pentingnya penyusunan regulasi yang dapat mengatasi kekosongan hukum terkait praktik ini. “Namun, tentu kami meyakini perlu adanya kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai dampak kebijakan perusahaan melakukan penahanan ijazah tidak hanya bagi karyawan namun juga perusahaan sebagai pertimbangan dalam perumusan regulasi,” ujarnya kala itu.

Hanaa Septiana dan Andika Dwi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |