TEMPO.CO, Jakarta – Polisi mengungkap adanya upaya menukar pelat mobil yang menjadi barang bukti dalam kasus kecelakaan lalu lintas antara dua mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menewaskan Argo Ericko Achfandi, 19 tahun. Dalam hukum pidana, tindakan tersebut merupakan upaya penghilangan barang bukti dengan ancaman hukuman penjara atau denda.
Dosen hukum pidana di Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan penukaran pelat mobil tersebut menghambat proses penegakan hukum. “Upaya menghilangkan barang bukti itu artinya menghambat dan menghalangi penegakan hukum. Ini merupakan tindak pidana tersendiri yang akan memberatkan pelaku,” ujarnya saat dihubungi pada Sabtu, 31 Mei 2025.
Meski demikian, kata dia, tindakan tersebut tidak akan memberatkan pengemudi yang bertanggung jawab dalam kecelakaan jika bukan dia sendiri yang melakukannya. Hukuman upaya penghilangan bukti hanya akan dijatuhkan kepada pelakunya.
Nantinya, hal itu tergantung pada letak barang bukti tersebut, apakah ada di tangan pengemudi yang terlibat kecelakaan atau tidak. “Kalau (barang bukti) ada di luar penguasaannya, maka tidak berpengaruh apa-apa (bagi dia),” kata Fickar.
Perbuatan menghalangi proses hukum diatur dalam Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ayat kedua dari pasal tersebut mengatur perbuatan menghalangi proses hukum dengan menghancurkan, menghilangkan, atau menyembunyikan barang bukti.
Perbuatan itu harus dilakukan setelah adanya suatu kejahatan, dengan syarat ada “maksud untuk menutupinya” atau “untuk menghalang-halangi atau mempersukar” penyidikan atau penuntutan kasus. Ancaman hukuman dari tindak pidana tersebut adalah masa penjara paling lama sembilan bulan, atau denda paling banyak Rp 45 ribu.
Adapun upaya penghilangan barang bukti dalam kasus kecelakaan mahasiswa UGM diungkap oleh Kepala Kepolisian Resor Kota Sleman Komisaris Besar Edy Setyanto Erning Wibowo. Upaya tersebut berupa penggantian pelat nomor kendaraan milik Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan, pengendara mobil yang menabrak korban.
Menurut Edy, pada saat kecelakaan, mobil sedan berwarna putih itu menggunakan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) F 1206, yang belakangan diketahui palsu. Namun saat mobil dibawa ke kantor polisi Ngaglik, Sleman, pelat nomor mobil itu berubah menjadi B 1442 NAC, yang merupakan pelat aslinya.
Edy berkata penggantian pelat dilakukan secara diam-diam oleh pelaku, yang kini sudah ditangkap polisi. “Penggantian pelat mobil itu dilakukan diam-diam tanpa sepengetahuan petugas. Kami sudah menangkap pelakunya, sekarang yang bersangkutan dalam pemeriksaan,” kata dia di Polresta Sleman, Yogyakarta, Rabu 28 Mei 2025.
Edy belum bersedia membeberkan identitas pelaku pengganti pelat nomor mobil yang dikendarai Christiano itu serta motifnya. Namun, ia menyatakan, tindakan penggantian pelat nomor itu sudah masuk bagian menghilangkan barang bukti dan menghalangi proses penyelidikan atau obstruction of justice.
Saat ini, orang yang mengganti pelat nomor itu masih berstatus sebagai saksi. Jika dari hasil pemeriksaan ditemukan cukup bukti pelanggaran hukum, Edy mengatakan, statusnya dapat ditingkatkan menjadi tersangka.
Adapun berdasarkan rekaman kamera pengawas atau CCTV, proses penggantian pelat nomor itu dilakukan di area belakang Polsek Ngaglik yang menjadi tempat penyitaan mobil pelaku. Hingga kini, pelat nomor F 1206 yang digunakan Christianto saat kejadian masih belum ditemukan pihak kepolisian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini