Teknologi Kabel Optik Bawah Laut untuk Perkuat Sistem Sensor Tsunami

1 day ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia akan mengembangkan teknologi berbasis kabel optik bawah laut guna meningkatkan akurasi dan memperluas jangkauan sistem peringatan dini tsunami nasional, terutama mendeteksi bencana yang dipicu oleh aktivitas seismik di zona megathrust.

Adapun, proyek ini merupakan bagian dari kerja sama inovatif antara Universitas Gadjah Mada (UGM) - Telkom Indonesia, dan bakal diintegrasikan dengan sistem peringatan dini tsunami dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Semacam riset inovasi teknologi yang diperlukan memperkuat sistem peringatan dini tsunami yang sudah ada,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Jumat, 30 Mei 2025 dilansir dari Antara.

Dwikorita mengatakan, selain sebagai media pertukaran data, informasi dan telekomunikasi, kabel optik bawah laut saat ini juga merupakan solusi untuk memperluas jaringan sensor tsunami di wilayah perairan Indonesia dan sekitarnya.  

Pemanfaatan kabel optik untuk mendeteksi perubahan tekanan atau gelombang bawah laut sebagai indikator awal terjadinya tsunami itu juga dinilai relevan karena keberadaannya sudah tersebar luas di perairan Indonesia.

"Jika kabel optik ini dapat digunakan untuk mendeteksi tsunami, maka distribusi sensor bisa lebih merata ke seluruh wilayah, termasuk kawasan laut yang saat ini belum memiliki sistem deteksi," ujarnya.

Lebih lanjut, Dwikorita menekankan bahwa agar akurasi dan keandalannya benar-benar teruji maka teknologi kabel optik bawah laut tersebut nantinya harus melewati tahapan uji kelayakan dan kesesuaian dengan standar nasional sebelum diintegrasikan ke dalam Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS).

“Sistem peringatan dini tsunami bukan sekadar soal teknologi, tapi juga menyangkut kecepatan respons, ketepatan informasi, dan keselamatan jutaan jiwa. Oleh karena itu, integrasi teknologi harus memenuhi standar ketat,” kata Dwikorita.

Indonesia Dikelilingi 13 Zona Megathrust

Pengembangan teknologi pendeteksi tsunami ini menjadi penting lantaram Indonesia dikelilingi 13 zona megathrust berdasarkan peta sumber bahaya gempa (PuSGen) pada 2017. Dua diantaranya yakni zona megathrust segmen Selat Sunda sebagian terbentang di Selatan Jawa-Bali, dan zona megathrust Mentawai-Siberut di barat Sumatera.

Aktivitas zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut diyakini para ahli BMKG masih menjadi ancaman bahaya bencana terbesar yang dapat terjadi sewaktu-waktu karena berdasarkan data segmen tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar. Adapun, gempa besar atau megathrust memiliki potensi tsunami. 

Teknologi Pendeteksi Tsunami Indonesia

Buoy merupakan alat terapung yang bisa mendeteksi gelombang yang disebabkan oleh gempa bumi bawah laut. Buoy akan bertugas untuk mengawasi dan mencatat perubahan tingkat pada air laut di samudera. Di Indonesia sistem buoy dikenal dengan nama  lndonesia Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS). Ina-TEWS pertama kali diluncurkan oleh BMKG pada November 2008.

Dilansir dari Indonesia.go.id, dengan Ina-TEWS, BMKG mampu menerbitkan berita peringatan dini tsunami dalam kurun waktu lima menit setelah gempa bumi terjadi yang kemudian diikuti oleh beberapa kali berita pemutakhiran dan diakhiri berita ancaman tsunami telah berakhir. Berita peringatan dini berisi tingkat ancaman tsunami untuk wilayah dengan status Awas, Siaga, hingga Waspada.

Selain itu, Ina-TEWS memiliki dua sistem pemantauan, yaitu pemantauan darat dan pemantauan laut. Pemantauan darat terdiri dari jaringan seismometer broadband dan GPS. Sedangkan, sistem pemantauan laut terdiri dari buoy, tide gauge, dan CCTV.

Sebelumnya, Indonesia memasang banyak Buoy di akhir 2019, dan kembali meluncurkan Buoy yang diberi nama InaBuoy dan disebar di banyak wilayah rawan tsunami di Indonesia.

Eiben Heizier dan Alif Ilham Fajriadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 
Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |