TEMPO.CO, Jakarta - Center of Economic and Law Studies (Celios) menyatakan mayoritas atau sebanyak 76 persen kepala desa yang menolak Koperasi Desa Merah Putih dibiayai himpunan bank milik negara (Himbara) dengan Dana Desa sebagai sumber pembayaran cicilan.
Temuan ini tertuang dalam hasil riset Celios tentang Pedoman Pelaksanaan, Perubahan, dan Alternatif Program yang dirilis pada Rabu, 4 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar mengatakan mayoritas kepala desa menolak kebijakan itu karena Dana Desa merupakan instrumen fiskal untuk membiayai kebutuhan lokal. Himbara saat ini diproyeksikan memberi plafon pinjaman ke Koperasi Desa Merah Putih Rp 1-3 miliar.
“Pemerintah desa dipaksa menanggung risiko pembiayaan tanpa kontrol penuh terhadap proses pengambilan keputusan dan pengelolaan koperasi,” kata Media saat merilis hasil sigi ini secara daring, Rabu, 4 Juni 2025.
Media menilai Koperasi Desa Merah Putih justru menempatkan desa dalam posisi subordinat terhadap skema utang nasional. Tak hanya itu, dia menambahkan, skema pembiayaan koperasi desa ini dari Himbara juga menjadi beban ganda bagi masyarakat.
Celios mencatat setidaknya ada dua kerugian yang dialami masyarakat. Pertama, rakyat akan dirugikan akibat kegagalan pasar yang diciptakan oleh program koperasi desa karena memicu stagnasi dan kemunduran pembangunan desa.
Kedua, rakyat akan menanggung kerugian karena pemerintah harus menggunakan dana APBN, yang berasal dari pajak rakyat, untuk melakukan strategi penyelamatan terhadap Bank Himbara.
Selain itu, hasil sigi itu menunjukkan ada 65 persen responden mengidentifikasi potensi korupsi dalam tata kelola Koperasi Desa Merah Putih. Di sisi lain, ada juga 46 persen perangkat desa khawatir adanya konflik sosial dan 35 persen mencium kepentingan politik dalam pendiriannya.
“Temuan utama dalam penelitian ini adalah program Koperasi Desa Merah Putih memiliki banyak risiko terjadinya penyimpangan, merugikan keuangan negara, dan mematikan inisiatif ekonomi yang ada di pedesaan,” kata Media.
Riset ini melibatkan 108 kepala desa di 34 provinsi. Celios juga melakukan wawancara mendalam terhadap seluruh responden. Studi ini menggunakan metode multi stage random sampling untuk pengumpulan data primer dari responden sepanjang 3-20 Mei 2025. Chelios menerapkan prinsip anonimitas untuk menjaga privasi para responden.
Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 memerintahkan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk mempercepat pembentukan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih.
Prabowo juga memberikan tujuh arahan kepada Menteri Koperasi, termasuk menyusun model bisnis yang mengatur hubungan koperasi dengan pemerintah desa dan lembaga ekonomi lain di wilayahnya. Para menteri dan kepala daerah diminta bekerja sama secara aktif dan rutin melaporkan perkembangan kepada Presiden.
Pemerintah pun kembali mengusulkan besaran pinjaman dari bank pelat merah untuk membiayai Koperasi Desa Merah Putih. Kali ini plafon pinjaman setiap koperasi menjadi Rp 1-3 miliar. “Kalau yang disampaikan di rapat terbatas, kan maksimum Rp 3 miliar,” kata Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo kepada awak media, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Rabu, 4 Juni 2025.
Dari jumlah pinjaman itu, Kartika yang akrab disapa Tiko itu memperkirakan sekitar Rp 1-2 miliar dana bisa dimanfaatkan untuk kredit investasi sedangkan sisanya untuk modal kerja.
Tiko menyatakan dana Rp 3 miliar itu tidak bersifat mutlak dan akan berbeda berdasarkan sejumlah kriteria. Ia memperkirakan kebutuhan dana koperasi di desa yang relatif kecil kemungkinan tidak lebih dari dari Rp 3 miliar. “Katakanlah koperasi yang di skala desanya kecil, dia butuh truk satu dan bangun gudang skala 100 meter itu mungkin sekitar Rp 1 miliar misalnya gitu, jadi kita lagi ngukur skalanya,” ujar dia.
Pemerintah, kata Tiko, akan mempertimbangkan aspek model bisnis koperasi dalam menentukan besaran biaya. “Dipecah dua, ada yang sebagai investasi, nanti untuk bangun gudang, atau dia beli alat alsintan, atau dia untuk beli truk, dan modal kerja,” kata Tiko. Modal kerja itu bisa digunakan untuk membeli produk seperti pupuk bersubsidi, elpiji, dan gabah petani.
Senyampang itu, Tiko muga menyatakan belum bisa menjumlahkan total dana yang akan dipinjamkan oleh Himbara terhadap 80 ribu koperasi. “Kita lihat desanya kan beda-beda, jadi nanti itu akurasinya mungkin baru Juli, habis itu kita hitung secara total," katanya.