Skema Bantuan AS-Israel untuk Gaza: Kacau dan Tidak Manusiawi

1 day ago 6

GAZA adalah "tempat paling lapar di dunia" dan seluruh penduduknya terancam kelaparan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan peringatan. Dan ketika warga Palestina yang putus asa ditembaki, kelaparan, dan dipaksa keluar dari rumah mereka oleh pasukan Israel, Al Jazeera melaporkan.

Pasukan Israel melepaskan tembakan dan melukai lebih dari 20 warga Palestina pada Jumat ketika mereka mencari bantuan di sebuah titik distribusi makanan di Gaza tengah yang dikelola oleh sebuah organisasi yang didukung oleh Amerika Serikat, di tengah-tengah krisis kemanusiaan yang semakin mendalam di wilayah yang diblokade tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir Middle East Eye, data terbaru dari Kantor Media Pemerintah Gaza menunjukkan bahwa setidaknya 58 orang, termasuk 53 anak-anak, telah meninggal secara langsung akibat malnutrisi sejak konflik dimulai. Selain itu, 242 kematian disebabkan oleh kekurangan makanan dan obat-obatan, dengan anak-anak dan orang tua sebagai mayoritas korban.

Titik distribusi bantuan di mana penembakan terjadi dioperasikan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), sebuah kelompok yang didukung oleh Amerika Serikat dan Israel yang telah menghadapi kecaman dari para pejabat PBB dan organisasi-organisasi kemanusiaan. Model GHF melibatkan kontraktor keamanan dan pengawasan militer Israel, melewati jalur tradisional PBB, yang menurut para kritikus telah menyebabkan masalah pengendalian kerumunan yang berbahaya dan berkontribusi pada kekerasan.

Video dan laporan saksi mata menunjukkan ribuan warga Palestina menyerbu lokasi bantuan, menerobos pagar di tengah-tengah suasana yang mencekam dan kacau. Sementara pihak berwenang Israel mengklaim bahwa mereka melepaskan tembakan peringatan ke udara, para pejabat PBB dan sumber-sumber kesehatan setempat melaporkan bahwa sebagian besar korban luka-luka disebabkan oleh tembakan Israel. Insiden ini mencerminkan keputusasaan yang parah di antara penduduk Gaza, yang menghadapi kelaparan dan kekurangan pasokan medis setelah hampir tiga bulan blokade dan konflik.

Perlakuan Tidak Manusiawi

Sekretaris Jenderal Médecins Sans Frontières (Dokter Tanpa Tapal Batas), Christopher Lockyear, mengecam Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), dengan melabeli operasi distribusi bantuan AS-Israel sebagai "kegagalan besar" dan alat pemindahan paksa dengan kedok kemanusiaan yang salah, Al Mayadeen melaporkan.

Lockyear mengatakan bahwa warga Palestina, yang terputus dari makanan, air, dan pasokan medis selama hampir tiga bulan, digiring ke balik pagar untuk menunggu bantuan yang minim, dalam kondisi yang menggemakan "perlakuan yang tidak manusiawi dari pihak berwenang Israel selama lebih dari 19 bulan."

Menurut Lockyear, mekanisme AS-Israel gagal menyalurkan makanan ke tempat yang paling membutuhkan. Sebaliknya, pasokan disalurkan ke zona-zona yang telah ditentukan oleh pasukan Israel, yang sering kali tidak dapat diakses oleh warga Gaza yang paling rentan, seperti para lansia dan penyandang disabilitas. "Ini bukan bantuan, ini adalah manipulasi," katanya, dan menggambarkannya sebagai upaya yang diperhitungkan untuk "mensimulasikan kepatuhan terhadap hukum kemanusiaan sambil memperdalam penderitaan warga sipil."

Penghambatan Sistematis

Lockyear menepis klaim bahwa pembatasan bantuan diperlukan untuk mencegah pengalihan bantuan oleh Hamas sebagai hal yang "tidak berdasar." Dia menjelaskan bahwa tim MSF telah merawat pasien sejak awal perang dan telah menyaksikan secara langsung kekurangan dan urgensi pasokan yang meluas. "Sistem ini tidak rusak, sistem ini dirancang dengan cara ini, untuk membenarkan pengungsian dan memungkinkan strategi pembersihan etnis yang lebih luas."

Lockyear juga menyoroti adanya penghambatan sistematis terhadap proses bantuan itu sendiri. Ia mengatakan menyatakan bahwa pihak berwenang Israel sering mengizinkan sejumlah kecil konvoi kemanusiaan untuk menyeberang ke Gaza, namun kemudian menghentikannya secara sewenang-wenang di perbatasan. Ia memperingatkan bahwa hambatan yang disengaja ini, menghalangi bantuan yang sangat dibutuhkan oleh para wanita, anak-anak, dan mereka yang rentan secara medis.

Pernyataan kepala MSF tersebut menggemakan seruan dari para ahli hukum internasional yang berpendapat bahwa praktik bantuan manipulatif semacam itu dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum kemanusiaan internasional dan berkontribusi pada kejahatan perang di Gaza.

Melanggar Prinsip Kemanusiaan

Catherine Russell, Direktur Eksekutif UNICEF, menggambarkan sistem yang didukung Israel dan Amerika dalam mendistribusikan bantuan di Gaza sebagai "benar-benar kacau". Dikutip Middle East Monitor, ia mendesak agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diizinkan untuk memenuhi tanggung jawab kemanusiaannya di wilayah yang diblokade tersebut.

Menulis dalam sebuah opini di New York Times, Russell mengkritik rencana distribusi bantuan yang baru, yang diawasi oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza, dan menyatakan bahwa hal itu hanya menambah kekacauan. "Pemandangan kekacauan memperjelas bahwa, alih-alih meningkatkan akses ke pasokan penting, sistem baru ini justru berisiko memperburuk situasi," katanya.

Russell menjelaskan bahwa metode yang ada saat ini hanya mengandalkan beberapa titik distribusi di Gaza. Hal ini memaksa warga sipil yang putus asa untuk melakukan perjalanan berbahaya dalam jarak yang jauh, sehingga membahayakan keselamatan mereka.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pendekatan baru ini melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan dan gagal memenuhi kewajiban Israel di bawah hukum internasional. Russell juga mengungkapkan kekhawatirannya atas kemungkinan bahwa lokasi-lokasi bantuan dapat menjadi sasaran militer, mengingat kehadiran pasukan keamanan Amerika dan Israel di lokasi-lokasi tersebut.

Ia memperingatkan bahwa "militerisasi" pengiriman bantuan dapat semakin membahayakan kehidupan anak-anak Gaza, membuat mereka semakin menderita dan berpotensi mengalami kematian.

Menurut Russell, jumlah bantuan yang saat ini mencapai Gaza hanya sekitar sepuluh persen dari jumlah bantuan yang dikirimkan selama gencatan senjata terakhir. Ia menekankan bahwa jumlah tersebut masih jauh dari cukup untuk mendukung 2,1 juta penduduk daerah kantong tersebut, yang separuhnya adalah anak-anak. Ia melaporkan bahwa, selama konflik yang telah berlangsung hampir 20 bulan ini, sekitar 17.000 anak telah terbunuh dan lebih dari 34.000 lainnya terluka.

Gambar-gambar yang beredar di media sosial menunjukkan kerumunan besar warga Gaza yang kelaparan terkurung oleh penghalang logam di pusat-pusat distribusi makanan, yang mengundang kemarahan dan kecaman luas.

Sebelumnya hari ini, Al Jazeera melaporkan bahwa 20 orang Palestina ditembak oleh pasukan Israel ketika mereka mencoba untuk mencapai titik distribusi bantuan yang dikelola oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |