Saling Lapor Sesama Santri Pondok Pesantren Ora Aji Berakhir Damai

1 day ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Dua pihak yang berseteru dalam kasus dugaan penganiayaan dan pencurian yang melibatkan santri-santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji asuhan Miftah Maulana Habiburrahman di Sleman, Yogyakarta akhirnya sepakat untuk berdamai.

Islah ini terjadi usai pertemuan yang digelar dua pihak di pondok pesantren itu pada Selasa 3 Juni 2025. Masalah ini diselesaikan melalui mekanisme restorative justice

"Proses RJ (restorative justice) sudah ditempuh di Polresta Sleman, masing-masing pihak sepakat mencabut laporan polisi," kata Heru Lestarianto selaku kuasa hukum KDR, santri yang menjadi korban dugaan penganiayaan santri Ponpes Ora Aji, Rabu 4 Juni 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus ini berawal dari laporan pihak keluarga KDR ke polisi atas dugaan pengeroyokan dan penganiyaan yang melibatkan 13 santri di ponpes itu pertengahan Februari 2025 lalu. Dalam laporannya, KDR dituduh mencuri uang hasil usaha penjualan galon mineral yang dikelola yayasan ponpes itu  sebesar Rp 700 ribu. 

Selanjutnya, para santri yang berang atas kehilangan uang itu disebutkan membawa KDR ke sebuah ruang di ponpes itu. Lalu mulai menganiaya santri 23 tahun asal Kalimantan itu dengan cara memukulinya memakai selang air dan setrum.

Polresta Sleman lantas menetapkan 13 orang santri itu sebagai tersangka namun tak sampai dilakukan penahanan pasca ada permohonan dari pihak ponpes. Di antara pengeroyok itu, empat diantaranya masih di bawah umur.

Merasa jalan damai buntu, pihak ponpes balik melaporkan KDR atas tuduhan pencurian pada akhir Mei lalu. Pihak ponpes menempuh jalan hukum itu lantaran tawaran tali asih untuk korban dinilai terlalu besar dan tak masuk akal karena nominalnya mencapai miliaran rupiah.  

Heru menuturkan, sebelum proses restorative justice dilakukan di Polresta Sleman, sempat kembali terjadi rembug mediasi antara pihak korban penganiayaan dengan ponpes.

"Orang tua korban dan korban juga datang ke proses mediasi, lalu dapat nasihat dari berbagai pihak, sehingga akhirnya diputuskan berdamai saja," kata dia.

Adapun terkait proses ganti rugi yang sebelumya dituntut pihak korban usai kejadian mengalami trauma hingga harus rutin ke psikiater, Heru mengatakan bukan lagi menjadi ranah kuasa hukum.

"Kami hanya mendampingi proses berlangsungnya restorative justice, sedangkan soal kompensasi atau soal lainnya langsung dengan keluarga korban," kata Heru.

"Yang jelas kasus ini tak lagi berlanjut ke proses hukum, namun secara kekeluargaan," imbuh dia.

Adapun kuasa hukum Yayasan Ponpes Ora Aji, Adi Susanto, membenarkan memang telah dilakukan komunikasi dan mediasi kembali antara kedua belah pihak di ponpes itu yang mengedepankan semangat kekeluargaan.

"Proses penyelesaian disepakati dengan jalan kekeluargaan dan musyawarah," kata Adi.

Kedua belah pihak, kata Adi, juga mencabut laporan masing-masing ke pihak kepolisian dengan nomor:STTLP/22/II/2025/SEK KLS/POLRESTA SLM/POLDA DIY. Kemudian pencabutan laporan polisi dengan nomor:REG/61/II/2025/SPKT/RESTA SLEMAN/POLDA DIY.

Kapolresta Sleman Komisaris Besar Polisi Edy Setyanto Erning Wibowo mengatakan kasus dugaan penganiayaan dengan terlapor 13 santri dan dugaan pencurian dengan terlapor KDR tak diteruskan proses hukumnya karena upaya restorative justice disepakati dua pihak yang berseteru.

"Dengan restorative justice itu, laporan polisi dicabut dan perkara diselesaikan sendiri secara kekeluargaan," kata dia.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |