Penyeragaman Kemasan Rokok di Indonesia Perlu untuk Cegah Perokok Anak

1 day ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan berencana menyeragamkan bungkus kemasan rokok dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) untuk menekan angka perokok anak Indonesia.

Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kementerian Kesehatan, Benget Saragih, mengatakan penyeragaman ini penting karena kemasan saat ini masih bisa menarik anak-anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Benget menuturkan Indonesia memang tidak mengenal kemasan polos karena produk rokok Indonesia masih ada merek, kode dan tanggal produksi, termasuk logo. Namun Kemenkes mencoba untuk menyeragamkan kemasan produk tembakau ini. 

“Kenapa mau diseragamkan? Kan sudah tahu juga bagaimana kemasan rokok saat ini, itu sangat menarik anak-anak, misalnya soal warna, rasa, dan lainnya. Itu semua kan yang mereka target adalah anak-anak, bukan orang dewasa dengan kemasan yang saya sebutkan tadi,” kata Benget saat dihubungi Tempo, Sabtu, 30 Mei 2025.

Benget berharap kemasan dan warna yang sama bisa menurunkan prevalensi perokok pemula. Saat ini kemasan rokok dominan gambar peringatan. “Itu yang sekarang masih dalam bahasan,” ujarnya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan aturan soal jarak penjualan, larangan menjual eceran, dan larangan iklan di media sosial sudah diakomodasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.

Siswa SD Negeri 3 Sanur memungut sampah putung rokok saat rangkaian acara Gerakan Bersama Anak Anti Asap Rokok (GEBRAAAK) di kawasan Pantai Mertasari, Denpasar, Bali, Jumat 19 Mei 2023. Kegiatan yang digelar oleh Forum Anak Daerah (FAD) Kota Denpasar tersebut mengusung tema "Denpasar Bukan Asbak" yang dilatarbelakangi oleh tingginya angka perokok usia anak sekaligus memperingati Hari Tanpa Tembakau pada 31 Mei 2023 mendatang. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo

Namun aturan batas tar dan nikotin, penambahan bahan, dan standardisasi kemasan rokok perlu dibahas dalam RPMK. Pembahasan melibatkan pelaku industri dan kementerian terkait. “Ada beberapa pasal yang harus ada aturan teknisnya, kalau yang pasal sudah bisa dieksekusi, itu sudah bisa dilakukan,” ujar Siti.

Siti menanggapi penolakan rencana penyeragaman kemasan rokok. Menurut dia, aturan ini tentu untuk mengutamakan kesehatan karena tujuannya memang melindungi anak-anak dan perokok di usia remaja. “Kalaupun secara angka prevalensi mengalami penurunan terhadap perokok anak dan remaja, tapi kan jumlah perokok di Indonesia itu malah naik, mencapai 5,9 juta,” kata dia.

Siti menekankan jumlah perokok Indonesia berjumlah 68 juta dan kelima terbesar di dunia. Sehingga diperlukan pengendalian tembakau. Ia juga merespons argumen industri rokok yang mengatakan kemasan standar tidak terbukti menurunkan prevalensi perokok. 

“Tapi kan kita tahu intervensi untuk penanggulangan perokok anak dan remaja itu harus multifaktor. Kalau kita melihat negara lain, kemasan rokok itu promosi dari produk sendiri untuk menarik minat,” ujarnya. 

Ia mencontohkan Singapura yang menerapkan kemasan dominan gambar peringatan dan kemasan rokok polos di Australia. “Nah, di Indonesia itu kemasan distandarisasi tanpa menghilangkan merek, nama produk dan lainnya,” ujarnya. 

Kementerian Kesehatan ingin menetapkan aturan kemasan rokok polos lewat Rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK). Namun rencana ini ditentang banyak pihak.

Sementara itu Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Merrijantij Punguan Pintaria, mengatakan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang sedang dirumuskan dalam RPMK perlu diperhatikan dengan seksama.

Ia mengatakan aturan itu akan berdampak terhadap perekonomian nasional dan masyarakat luas, khususnya bagi industri hasil tembakau. Merrijantij menggarisbawahi pentingnya menjaga keseimbangan antara kesehatan masyarakat dan keberlangsungan industri. 

"Kami semua sepakat untuk menciptakan masyarakat yang sehat, tetapi kita juga harus mempertimbangkan keberadaan lebih dari 1.300 industri yang mempekerjakan sekitar 537 ribu orang," ujar Merrijantij dikutip dari Antara.

Andi Adam Faturahman dan Bagus Pribadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |