TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyatakan delapan warga sipil yang tewas dalam ledakan saat pemusnahan amunisi di Garut, Jawa Barat, merupakan pekerja harian lepas yang bekerja untuk membantu proses pemusnahan amunisi afkir TNI.
“Delapan orang korban sipil merupakan pekerja harian lepas, dan satu lainnya merupakan warga sipil yang saat itu tengah mengunjungi temannya di lokasi,” ujar Komisoner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, pada Jumat, 23 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uli mengatakan berdasarkan investigasi yang dilakukan komisi, TNI merekrut 21 warga sipil untuk menjadi tenaga harian lepas dalam kegiatan pemusnahan amunisi itu. Masing-masing warga diberi tugas berbeda. Ada yang jadi sopir truk, juru masak, penggali lubang untuk pemusnahan amunisi, hingga pembongkar amunisi. Mereka diberi upah sebesar Rp 150 ribu per hari untuk melakukan tugas tersebut.
Menurut Uli, para pekerja sipil itu belajar cara membongkar alat peledak secara autodidak tanpa diberikan pelatihan khusus. Mereka juga tidak memiliki sertifikasi kompetensi berkaitan dengan pemusnahan alat peledak atau amunisi.
Meski demikian, dia menyebut sebagian pekerja itu telah berpengalaman melakukan pekerjaan serupa di berbagai daerah, seperti di Makassar dan Maluku. “Para pekerja tidak dibekali dengan peralatan khusus atau alat pelindung diri untuk melaksanakan pekerjaannya,” kata Uli.
Kegiatan pemusnahan amunisi yang dilakukan oleh Pusat Amunisi III Pusat Peralatan TNI AD di Garut pada Senin, 12 Mei 2025 menewaskan 13 orang. Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana mengatakan insiden itu dipicu karena meledaknya detonator. “Saat tim penyusun amunisi menyusun detonator di dalam lubang tersebut secara tiba-tiba terjadi ledakan dari dalam lubang,” kata Wahyu dalam keterangan pers yang dikutip Antara.
Wahyu menyatakan TNI AD akan menginvestigasi kasus ledakan ini untuk mengungkap penyebab utama meledaknya detonator tersebut.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat mengungkapkan 13 korban meninggal akibat ledakan pemusnahan amunisi telah berada di RSUD Pameungpeuk. Sembilan korban di antaranya merupakan warga sipil, sedangkan empat lainnya merupakan personel TNI AD.