Ketentuan Barang Sitaan yang Dapat Dilelang KPK Menurut Aturan Hukum

1 day ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan akan melelang 81 barang hasil rampasan dari 32 perkara tindak pidana korupsi seperti rumah hingga sepeda motor pada 11 Juni 2025.

“Untuk lelang pada Juni 2025 ini kami lakukan secara serentak di 13 Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di seluruh Indonesia. Jadi, tidak hanya di Jakarta, tetapi juga ada di tempat-tempat lain,” kata Direktur Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi KPK Mungki Hadipratikto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 27 Mei 2025

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari Antara, Rabu, 28 Mei 2025, 13 KPKNL tersebut terdiri atas KPKNL Jakarta III, Bandung, Bogor, Yogyakarta, Palembang, Pekanbaru, Dumai, Tangerang I, Surabaya, Purwokerto, Bekasi, Banda Aceh, dan Pekalongan. 

Lelang barang KPK antara lain satu bidang tanah dan bangunan seluas 120 meter persegi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dengan harga limit Rp1,5 miliar, satu HP iPhone 13 Pro Max dengan limit Rp 8,819 juta, hingga sepeda motor Triumph Speedmaster Bonneville 1200 HT dengan limit Rp 207,565 juta.

“81 lot yang terdiri atas barang bergerak 44 lot, dan 37 lot barang tidak bergerak, diharapkan laku lelang semua dengan total nilai minimal Rp 122.281.577.700,” kata dia. 

Dikutip dari laman BPK, proses lelang barang yang dilakukan KPK ini telah diatur melalui Peraturan Presiden (PP) Nomor 105 Tahun 2021 tentang Lelang Benda Sitaan KPK yang diterbitkan pada 12 Oktober 2021. 

Pasal 3 PP Nomor 105 Tahun 2021 menyebutkan bahwa lelang benda sitaan dapat dilakukan dalam tahap penyidikan, penuntutan, atau perkara telah dilimpahkan ke pengadilan. 

Lebih lanjut, pada Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa benda sitaan yang dapat dilelang harus memenuhi kriteria yaitu benda Iekas rusak, membahayakan, dan benda yang biaya penyimpanannya akan menjadi terlalu tinggi. 

“Dalam hal benda sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan benda yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan/diperjualbelikan berdasarkan peraturan perundang-undangan, dikecualikan untuk dilelang,” demikian bunyi Pasal 4 ayat (2) PP tersebut.

Proses pelelangan barang sitaan juga tidak boleh dilakukan sembarangan, sebab dilakukan dengan persetujuan tersangka, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1). “Lelang benda sitaan pada tahap penyidikan atau penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sejauh mungkin dilakukan dengan persetujuan tersangka atau kuasanya.” 

Persetujuan tersebut harus diupayakan oleh penyidik atau penuntut umum dengan menyampaikan permintaan persetujuan secara tertulis kepada tersangka atau kuasanya melalui media elektronik atau nonelektronik. 

Kemudian, berdasarkan permintaan persetujuan itu, tersangka atau kuasanya memberikan tanggapan paling lama tiga hari sejak diterima permintaan persetujuan. 

Dalam hal tersangka atau kuasanya memberikan tanggapan yang isinya menyetujui atau tidak memberikan tanggapan dalam jangka waktu, penyidik atau penuntut umum melanjutkan proses lelang benda sitaan.

Sementara itu, menurut Pasal 5 ayat (6) jika tersangka atau kuasanya menolak, penyidik atau penuntut umum dapat menentukan kelanjutan proses lelang benda sitaan berdasarkan kewenangan dan pertimbangan yang dimiliki penyidik atau penuntut umum. 

Kendati demikian, penyidik atau penuntut umum wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada tersangka atau kuasanya paling lambat tujuh hari terhitung sejak diterimanya surat jawaban dari tersangka atau kuasanya sebagaimana diatur dalam Pasal 6.

“Lelang benda sitaan pada tahap perkara ,telah dilimpahkan ke pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan berdasarkan izin dari majelis hakim yang menyidangkan perkaranya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi Pasal 7 PP Nomor 105 Tahun 2021.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |