TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi bidang Pendidikan DPR Lalu Hadrian Irfani menyatakan, komisinya amat mendukung putusan Mahkamah Konstitusi ihwal pendidikan dasar gratis agar dapat segera terlaksana.
Ia mengatakan, putusan tersebut menjadi langkah progresif dalam mewujudkan keadilan pendidikan. Karenanya, Lalu berharap agar implementasi putusan benar menyasar penerima yang membutuhkan. "Penerima manfaatnya harus tertuju pada masyarakat tidak mampu," kata Lalu di Kompleks Parlemen pada Rabu, 4 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menuturkan, sebagaimana amanat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, pendidikan harus dapat diakses oleh seluruh masyarakat tanpa diskriminasi. Maka dari itu, putusan Mahkamah mesti dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dengan kategori tidak mampu.
Dengan skema tersebut, Lalu mengklaim, akan terwujud pemerataan kualitas pendidikan tanpa adanya ketimpangan pendidikan antara masyarakat yang masuk dalam kategori ekonomi mampu, atau sebaliknya.
Ihwal skema pembiayaan, kata dia, DPR siap sedia untuk melakukan rapat pembahasan dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, maupun kementerian atau lembaga lainnya.
"Apakah akan alokasi dari kementerian atau lembaga lain, atau mengajukan penambahan. Itu kami siap bahas untuk wujudkan ini," ujar dia.
Pada 27 Mei lalu Mahkamah mengabulkan gugatan uji materi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia atau JPPI.
Hakim Konstitusi Enny Nurbayanti mengatakan, frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" sebagaimana termaktub dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif.
Multitafsir dan diskriminatif itu, dia melanjutkan, membatasi warga negara untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan teknologi, seni, serta budaya guna meningkatkan kualitas hidup.
Enny menjelaskan, Pasal 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin seluruh warga negara memperoleh hak mendapat pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup.
Akan tetapi, Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 dianggap bertentangan dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat apabila tidak dimaknai "Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar.
"Tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat," ujar Enny saat membacakan pertimbangan putusan, 27 Mei 2025.
Dalam kesempatan serupa, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengatakan, sebagaimana dalil pemohon yang menyatakan negara wajib memprioritaskan anggaran pendidikan dalam APBN dan APBN sekurang-kuranya sebesar 20 persen telah dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam putusan sebelumnya.
Putusan yang dimaksud, ialah Putusan Nomor 026/PUU-IV/2006; 13/PUU-VI/2008; dan 135/PUU-XXI/2023. Menurut Guntur, pada putusan itu Mahkamah menimbang besarnya anggaran pendidikan dalam APBN dari tahun ke tahun belum pernah mencapai persentase minimal 20 persen.
"Pemerintah dan DPR belum melakukan upaya yang optimal untuk meningkatkan anggaran pendidikan agar amanat konstitusi dapat terpenuhi," kata Guntur.
Dia melanjutkan, mengingat sifat imperatif Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, Mahkamah sebagai pengawal konstitusi menginginkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dalam APBN harus diprioritaskan dan diwujudkan dengan sungguh-sungguh.
Realisasi itu, kata dia, dapat dilakukan dengan memastikan warga negara memperoleh hak mendapat pendidikan dasar yang menjadi tanggung jawab negara.
Masalahnya, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat mengungkapkan salah satu hambatan utama dalam mengimplementasikan putusan Mahkamah, yaitu minim porsi anggaran.
"Dari total anggaran pendidikan 20 persen dari APBN, yang langsung dikelola Kemendikdasmen hanya sekitar 4,6 persen. Jauh sekali dari seharusnya," ujar Atip saat dihubungi Tempo, Sabtu, 31 Mei 2025.
Pilihan Editor: Kenapa Sekolah Swasta Waswas Menghadapi Putusan MK