TEMPO.CO, Jakarta - Tiga dosen di Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta diduga melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswa perempuan. Dugaan itu sudah dilaporkan ke Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sejak 2023. Namun hingga saat ini belum ada kejelasan tentang penanganan dari laporan tersebut.
Salah satu mahasiswi yang mengaku sebagai korban bercerita, peristiwa yang tidak menyenangkan itu terjadi pada 2021 di ruang dosen. Saat itu dia menemui dosen untuk bimbingan tugas akhir. “Pipi saya disentuh dan dicubit,” katanya saat dihubungi Tempom Kamis, 17 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia juga mengakatakan pernah diajak bepergian oleh dosen tersebut. Alasannya untuk mengerjakan salah satu tugas mata kuliah. Ia menolak ajakan karena merasa tidak nyaman pergi hanya berdua.
Adapun korban lain, mengaku pernah mendapat perlakuan tidak menyenangkan oleh dosen yang sama. Perbuatan itu dilakukan saat korban berkonsultasi mengenai proposal tugas akhir di ruangan dosen. Korban kedua ini juga mengaku pernah mendapat kekerasan seksual verbal dari dosen yang berbeda. “Dia menawarkan untuk menjadi ‘perempuannya’ agar dapat nilai bagus,” ujarnya.
Terhadap dua dosen tersebut, Tempo menemukan setidaknya ada lima korban. Sebagian korban lain mengonfirmasi pernah mendapatkan kekerasan seksual baik verbal maupun fisik namun tidak berkenan memberikan keterangan detail.
Seorang korban juga menceritakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen yang berbeda, tapi masih di lingkup Fakultas Seni Pertunjukan. Dosen tersebut beberapa kali menyentuh bagian paha dan pinggulnya secara sengaja. “Saat itu dosen menawari remedial mata kuliah dengan mengajak ke hotel. Mengajak sambil mengelus pahaku,” ujar korban.
Tiga korban yang berkenan memberikan keterangan kepada Tempo telah dimintai keterangan oleh Satgas PPKS ISI Yogyakarta pada 2023. Namun ketiganya menyatakan tidak tahu kelanjutan sanksi terhadap orang-orang yang dilaporkan tersebut.
Tempo sudah berupaya meminta konfirmasi dari tiga dosen ISI Yogyakarta yang pernah dilaporkan ke Satgas PPKS atas dugaan kekerasan seksual. Namun pesan instan melalui aplikasi WhatsApp dan panggilan telepon tidak ditanggapi. Hingga Jumat, 18 April 2025, di portal kepegawaian ISI Yogyakarta ketiga dosen tersebut tercatat masih aktif menjadi pengajar di ISI Yogyakarta.
Rektor ISI Yogyakarta Irwandi juga tidak merespons pesan yang Tempo kirimkan. Sementara itu, Dekan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta I Nyoman Cau Arsana mengatakan belum bisa memberi tanggapan atas pertanyaan dari media. “Satu pintu lewat Tim PPKS ISI Yogyakarta,” kata Nyoman, Senin, 14 April 2025. Akan tetapi Ketua Satgas PPKS ISI Yogyakarta Yulyta Kodrat Prasetyaningsih justru enggan memberikan keterangan.
Ketua Humas ISI Yogyakarta Esti Hapsari Saptiasih mengatakan pihaknya telah menerima aduan laporan resmi dugaan kekerasan seksual dari para korban. “Sampai dengan April 2025, kasus-kasus kekerasan seksual terkait dengan kegiatan di perguruan tinggi hasilnya telah direkomendasikan ke Kemendiktisaintek dan sudah final proses pemeriksaannya,” kata Esti lewat keterangan tertulis, Kamis, 17 April 2025.
Esti mengatakan selama proses berlangsung, Satgas PPKS belum bisa memberikan keterangan ihwal dugaan kekerasan seksual yang dilaporkan tersebut. “Selama proses tersebut terduga pelaku telah dinonaktifkan sementara sebagai dosen,” kata dia.
Saat ini, kata Esti, pihak ISI Yogyakarta tengah menunggu keputusan sanksi disiplin dari Kemendiktisaintek. Inspektur Jenderal Kemendiktisaintek Chatarina Muliana Girsang mengatakan tengah mengecek laporan tersebut. “Saya cek dulu apakah sudah ada laporan ke kami,” kata Chatarina saat dihubungi Tempo, Kamis.
Dugaan kekerasan seksual oleh dosen di ISI Yogyakarta juga menjadi sorotan mahasiswa. Kelompok mahasiswa yang tergabung dalam ISI YK Speak Up membuat petisi lewat laman change org pada 10 April 2025. Hingga saat ini, petisi yang menuntut sanksi tegas bagi dosen terduga pelaku kekerasan seksual telah ditandatangani lebih dari 1000 kali.